Bupati Ini Mengaku Dilema Terkait Masalah Honorer Guru SLTA

id Pulang Pisau, Pemkab Pulpis, Bupati Pulpis, Edy Pratowo, Bupati Ini Mengaku Dilema Terkait Masalah Honorer Guru SLTA

Bupati Ini Mengaku Dilema Terkait Masalah Honorer Guru SLTA

Bupati H Edy Pratowo ketika melihat kelaikan peralatan yang dimiliki kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan peningkatan jalan. Masalah percepatan peningkatan infrastruktur jalan menjadi salah satu fokus dalam masa pemerintahannya (Foto Antara Kalten

Pulang Pisau (Antara Kalteng) - Bupati Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, H Edy Pratowo mengaku dirinya merasa dilema terkait dengan sudah diambialihnya kewenangan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ke Pemerintah Provinsi Kalteng, khususnya untuk penggajian guru honorer di daerah setempat.

"Salah satu masalah adalah nasib para guru honorer di tingkat SLTA," kata Edy Pratowo di Pulang Pisau, Senin.

Salah satunya, terang Edy Pratowo, tidak dialokasikannya lagi anggaran Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) yang diantaranya digunakan untuk pembayaran gaji guru honorer. 

Pengangkatan guru honorer yang dilakukan oleh pihak sekolah, sedikit banyak membantu pemerintah setempat untuk mengatasi kekurangan guru di sekolah-sekolah, karena jumlah penerimaan CPNS yang masih terbatas.

Sebelumnya, pemerintah setempat mengalokasikan BOP untuk menunjang operasional, belanja rutin, dan menopang gaji tenaga guru honorer di sekolah. Persoalannya apakah pemerintah provinsi sudah mengalokasikan dana sejenis yang bisa digunakan untuk hal yang sama. Dari informasi yang diterimanya, dana anggaran sejenis masih belum dialokasikan oleh pemerintah provinsi.

Sebelum kewenangan diambil, menurut Edy Pratowo, ada tiga aliran dana bantuan untuk menunjang operasional sekolah. Yakni Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat, Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) dari pemerintah provinsi, dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dari pemerintah kabupaten.

Ketika sudah diambilalih pemerintah provinsi, hanya ada satu alokasi anggaran yang diterima yaitu dari pemerintah pusat, sementara pemerintah provinsi masih belum meanggarkan. 

Khusus bantuan dari pemerintah pusat tersebut, ada item-item yang diperbolehkan penggunaannya, sedangkan untuk pembayaran tenaga guru honorer tidak diperbolehkan. Anggaran yang ada saat ini hanya bersifat untuk alokasi masa transisi pengambilaihan kewenangan dari pemerintah kabupaten. 

"Kondisi ini membuat kita menjadi dilema, walaupun ada kenaikan bantuan dari pemerintah pusat mencapai 1,5 Juta. Namun bantuan tersebut terkunci sesuai petunjuk teknis tidak bisa digunakan untuk membayar tenaga honorer. Ini yang menjadi persoalan," demikian Edy Pratowo.