Ini Imbas Penertiban Galian C di Kotim

id kotawaringin timur, kota sampit, tambang pasir, galian c, Imbas Penertiban Galian C, kalimantan tengah, kalteng, batako,

Ini Imbas Penertiban Galian C di Kotim

Ilustrasi - Usaha pembuatan batako (ANTARA FOTO)

Pembuatan batako di tempat saya hanya mengandalkan sisa pasir stok lama. Kalau itu habis, terpaksa produksi terhenti,"
Sampit, Kalteng (Antara Kalteng) - Dampak penertiban galian C, khususnya tambang pasir di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, makin meluas hingga mulai menghambat aktivitas perekonomian masyarakat.

"Pembuatan batako di tempat saya hanya mengandalkan sisa pasir stok lama. Kalau itu habis, terpaksa produksi terhenti," kata Samsul Bahri, salah satu pengelola pembuatan batako di Sampit, Rabu.

Kondisi ini membuat cemas pekerja karena sopir angkutan pasir tidak ada pekerjaan dan pekerja pembuat batako juga terancam bernasib sama. Bahkan, pengembang perumahan pun mulai gelisah karena pembangunan proyek mulai terganggu tidak adanya pasokan pasir.

Jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang lebih luas lagi. Apalagi, pengusaha perumahan atau kontraktor pembangunan fisik milik pemerintah, harus menyelesaikan pekerjaan sesuai batas waktu yang ditetapkan dalam kontrak. Jika tidak tercapai maka ada konsekuensi, bahkan hingga pemutusan kontrak yang akan merugikan pengusaha.

"Walaupun ada semen tapi tidak ada pasir, kan tidak bisa juga. Banyak yang terganggu akibat terhentinya pasokan pasir. Pemerintah harus segera mencarikan solusi," harap Samsul yang juga seorang pelaku usaha properti.

Keluhan serupa disampaikan pengusaha bahan bangunan. Terhentinya pasokan pasir berimbas pada penurunan secara drastis penjualan sejumlah material seperti semen, batako, bata, kayu galam dan bahan bangunan lainnya.

"Penurunan penjualan material mulai terjadi antara 40 hingga 45 persen. Orang tidak bisa mengerjakan bangunan kalau tidak ada pasir. Mudahan saja ini segera dicarikan jalan keluarnya agar semua kembali lancar seperti semula," kata Haswansyah, penjual bahan bangunan di Jalan Tjilik Riwut.

Banyak penjual bahan bangunan mengeluhkan sepinya pembeli, padahal mereka rata-rata ada kewajiban membayar cicilan pinjaman modal di bank. Yang memprihatinkan, kondisi ini mulai menimbulkan kegelisahan karena banyak warga yang terpaksa tidak bekerja, seperti sopir truk pengangkut pasir, pekerja pembuatan batako dan pekerja bangunan.

Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum diharapkan mencarikan solusi secepatnya agar kondisi kembali normal. Jika masalah ini berlarut-larut, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru yang juga akan membuat repot pemerintah.