4.043 Orang Sudah Mengadu ke Posko Pengaduan Korban First Travel

id first travel, posko pengaduan, bareskrim polri

4.043 Orang Sudah Mengadu ke Posko Pengaduan Korban First Travel

Sejumlah korban First Travel mengisi formulir di Posko Pengaduan Korban PT First Travel di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (22/8). (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Jakarta (Antara) - Sebanyak 4.043 orang telah mendatangi posko pengaduan untuk korban agen perjalanan First Travel sejak posko dibuka di Kantor Bareskrim Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Rabu (16/8). 
   
"Jumlah total korban yang datang langsung ke posko sejak Rabu (16/8) hingga Senin (21/8) sebanyak 4.043 orang," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak di Kantor Bareskrim, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa.

Sementara jumlah pengaduan yang masuk melalui alamat email korban.ft@gmail.com berjumlah 1.614 surat elektronik.

Herry mengatakan, pengaduan yang diterima beragam kasusnya di antaranya dari mereka sudah membayar lunas namun belum berangkat karena belum menerima jadwal, sudah bayar lunas dan sudah di bandara tapi gagal berangkat, membatalkan pemberangkatan dan meminta pengembalian uang setoran tapi belum mendapat pembayaran. 
   
Selain itu ada juga yang membatalkan pemberangkatan dan meminta pengembalian dana dan dokumen paspor tapi belum kembali, serta yang gagal berangkat padahal sudah menambah uang sewa pesawat dan ada yang sudah membayar paket promo umrah 2018. 
   
"Pengaduannya antara lain ada yang sudah bayar lunas dan sudah sampai bandara, tidak berangkat, parahnya lagi itu sudah diminta ke bandara tapi tidak jadi berangkat. Ada yang minta di-refund tapi tidak di-refund. Ada yang sudah menambah Rp2,5 juta untuk sewa pesawat tapi tidak berangkat. Ada yang sudah beli paket Ramadhan, tapi tidak berangkat," katanya.

Herry mengatakan total jumlah jamaah yang mendaftar paket promo umrah yang ditawarkan First Travel sejak Desember 2016 hingga Mei 2017 sebanyak 72.682 orang.

Dalam kurun waktu tersebut, jumlah jamaah yang sudah diberangkatkan 14 ribu orang. Jumlah jamaah yang belum berangkat sebanyak 58.682 ribu orang.

Sementara perkiraan jumlah kerugian yang diderita jamaah atas kasus ini sebesar Rp848,7 miliar yang terdiri atas biaya setor paket promo umrah dengan total Rp839 miliar dan biaya carter pesawat dengan total Rp9,5 miliar.

Sementara tersangka Andika Surachman juga tercatat memiliki utang kepada penyedia tiket sebesar Rp85 miliar, utang kepada penyedia visa Rp9,7 miliar dan utang kepada sejumlah hotel di Arab Saudi sebesar Rp24 miliar.

PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel menawarkan sejumlah paket umrah dengan harga yang murah kepada para calon jamaah.

Paket 1 atau yang disebut paket promo umrah dipasarkan seharga Rp14,3 juta per orang. Paket reguler ditawarkan seharga Rp25 juta. Sementara paket VIP dengan harga Rp54 juta.

"Agar usaha tetap berjalan dan semakin menarik minat masyarakat, pelaku memberangkatkan sebagian jamaah umrah," katanya.

Kemudian pada Mei 2017, pelaku kembali menawarkan biaya tambahan kepada jamaah agar segera diberangkatkan dengan menambah uang sebesar Rp2,5 juta per orang untuk biaya sewa pesawat.

Selain itu pelaku juga menawarkan paket Ramadhan dengan biaya tambahan Rp3 juta - Rp8 juta per orang.

Dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana pembayaran puluhan ribu calon peserta umrah PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel, polisi telah menetapkan tiga tersangka yakni Andika Surachman (Dirut), Anniesa Desvitasari (Direktur) serta Siti Nuraida Hasibuan alias Kiki Hasibuan (Komisaris Utama).

Andika diketahui merupakan pelaku utama penipuan, penggelapan dan pencucian uang dalam kasus ini. Sementara Anniesa dan adiknya, Kiki berperan ikut membantu tindak pidana yang dilakukan Andika.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dikenakan pelanggaran Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP Juncto Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 28 Ayat 1 Jo 45A Ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.