Sumatera Selatan (ANTARA) - Jaksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) menuntut dua terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya dengan pidana penjara masing-masing 10 dan 15 tahun.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel Iskandar, di Palembang, Rabu, mengatakan terdakwa Mukti Sulaiman, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumsel dituntut pidana penjara selama 10 tahun berikut denda Rp750 juta dengan subsider selama enam bulan kurungan penjara.

Kemudian terdakwa Ahmad Nasuhi selaku mantan Pelaksana Tugas Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Pemprov Sumsel dituntut hukuman pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp750 juta dengan subsider 6 bulan kurungan penjara.

"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi. Selaku pejabat pemerintah harusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat," kata Iskandar dalam amar tuntutan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang yang diketuai hakim Abdul Aziz.

Menurut dia, selain tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, ada pun hal yang memberatkan terdakwa yaitu terletak pada objek dalam perkara tersebut. Perkara ini terjadi pada masjid yang merupakan rumah ibadah untuk umat.

"Para terdakwa yang bersikap sopan selama proses persidangan menjadi pertimbangan yang meringankan untuk mereka," ujarnya lagi.

Dalam kasus tersebut, kedua terdakwa dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Hakim Abdul Aziz mengatakan, pihaknya memberikan waktu selama tujuh hari terhitung dari sidang pembacaan tuntutan tersebut kepada terdakwa untuk menyikapi tuntutan tersebut apakah menerima atau mengajukan pleidoi.

Sebelumnya, Mukti Sulaiman dan Akhmad Nasuhi ditetapkan tersangka oleh penyidik Kejati Sumsel pada Rabu (16/6), dan mereka langsung menjadi tahanan di Rumah Tahanan Pakjo, Palembang. Kemudian keduanya mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Palembang pada Kamis (23/9).

Adapun dalam kasus tersebut terdakwa Ahmad Nasuhi diduga melakukan pembiaran dengan hanya secara formalitas verifikasi tanpa melihat kebenaran dari dokumen pemberian dana hibah. Di antaranya, seperti pemastian dimana alamat jelas Kantor Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya berada sebagai penerima hibah tersebut.

Merujuk pada berkas pemeriksaan JPU, pada tanggal 8 Desember 2015 dokumen tersebut diserahkan ke Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sumsel oleh Laoma L Tobing untuk dilakukan pencairan dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya senilai Rp50.000.000.000 dan APBD Tahun 2017 sebesar Rp80.000.000.000.

Namun didapati alamat rekening atas nama Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang itu beralamat di Jalan Danau Pose E 11 Nomor 85 Jakarta itu dianggap lalai oleh JPU, sebab yang dalam aturannya pemberian dana hibah bisa dilakukan bila penerima berdomisili di Sumsel.

Sedangkan terdakwa Mukti Sulaiman dalam kasus ini, selain menjabat sebagai Sekretaris Daerah Sumsel juga tergabung dalam Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Sumsel yang juga bertanggung jawab terhadap aliran dana tersebut. Maka atas perbuatan dua terdakwa itu dianggap merugikan negara senilai Rp130 miliar dari dana hibah yang dikeluarkan.

Dalam kasus Masjid Raya Sriwijaya ini sudah ada empat terdakwa orang yang divonis bersalah dan dihukum pidana penjara oleh Hakim Pengadilan Negeri Palembang. Mereka adalah Eddy Hermanto, mantan Ketua Umum Pembangunan Masjid Sriwijaya, Syarifudin Ketua Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya, Dwi Kridayani dan Yudi Arminto selaku kontraktor pembangunan pada Jumat (19/11).

Pewarta : Muhammad Riezko Bima Elko
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024