Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga tersangka Bupati nonaktif Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud (AGM) menerima banyak uang sebagai fee proyek dari berbagai kontraktor.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dugaan banyaknya penerimaan sejumlah uang berupa fee proyek oleh tersangka AGM dari berbagai kontraktor yang mengerjakan proyek di Kabupaten Penajam Paser Utara," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
KPK mengonfirmasi hal itu kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Penajam Paser Utara, yang juga Ketua Dewan Pengawas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Penajam Paser Utara, Asdarussalam alias Asdar.
KPK memeriksa Asdar di Gedung KPK Jakarta, Rabu (2/3), sebagai saksi untuk tersangka Abdul Gafur Mas'ud dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait kegiatan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
Selain Asdar, KPK juga telah memeriksa Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Penajam Paser Utara Ricci Firmansyah dan Kabid Bina Marga Dinas PUPR Penajam Paser Utara Petriandy Ponganton Pasulu alias Riyan, sebagai saksi untuk tersangka Abdul Gafur Mas'ud.
"Dikonfirmasi antara lain mengenai dugaan campur tangan tersangka AGM dalam proses lelang pekerjaan, dengan adanya syarat pemberian sejumlah uang apabila ingin dimenangkan dalam lelang pekerjaan proyek di Pemkab Penajam Paser Utara," jelasnya.
KPK menyebutkan tiga saksi tidak memenuhi panggilan tim penyidik pada Rabu (2/3) ialah dua mantan Direktur Perusahaan Daerah (Perusda) Benua Taka, yaitu Wahdiyat dan Boy Loruntu, serta Muh Syaiun dari PT Kaltim Naga 99.
"Wahdiyat dan Boy Loruntu, keduanya tidak hadir dan mengonfirmasi untuk penjadwalan ulang," tukasnya.
Sementara terhadap saksi Muh Syaiun, yang tidak hadir tanpa konfirmasi, KPK mengingatkan untuk kooperatif dan menghadiri panggilan berikutnya dari tim penyidik.
Sebelumnya, Kamis (13/1), KPK menetapkan enam tersangka terkait kasus dugaan korupsi tersebut, yang terdiri atas lima orang penerima suap dan satu orang pemberi suap.
Kelima penerima suap tersebut adalah Abdul Gafur Mas'ud, Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi (MI), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro (EH), Kabid Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman (JM), serta Bendahara Umum Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis (NAB) selaku pihak swasta.
Atas perbuatannya, tersangka Abdul Gafur Mas'ud, Mulyadi, Edi Hasmoro, Jusman, dan Nur Afifah Balqis selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka Achmad Zuhdi, selaku pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dugaan banyaknya penerimaan sejumlah uang berupa fee proyek oleh tersangka AGM dari berbagai kontraktor yang mengerjakan proyek di Kabupaten Penajam Paser Utara," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
KPK mengonfirmasi hal itu kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Penajam Paser Utara, yang juga Ketua Dewan Pengawas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Penajam Paser Utara, Asdarussalam alias Asdar.
KPK memeriksa Asdar di Gedung KPK Jakarta, Rabu (2/3), sebagai saksi untuk tersangka Abdul Gafur Mas'ud dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait kegiatan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
Selain Asdar, KPK juga telah memeriksa Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Penajam Paser Utara Ricci Firmansyah dan Kabid Bina Marga Dinas PUPR Penajam Paser Utara Petriandy Ponganton Pasulu alias Riyan, sebagai saksi untuk tersangka Abdul Gafur Mas'ud.
"Dikonfirmasi antara lain mengenai dugaan campur tangan tersangka AGM dalam proses lelang pekerjaan, dengan adanya syarat pemberian sejumlah uang apabila ingin dimenangkan dalam lelang pekerjaan proyek di Pemkab Penajam Paser Utara," jelasnya.
KPK menyebutkan tiga saksi tidak memenuhi panggilan tim penyidik pada Rabu (2/3) ialah dua mantan Direktur Perusahaan Daerah (Perusda) Benua Taka, yaitu Wahdiyat dan Boy Loruntu, serta Muh Syaiun dari PT Kaltim Naga 99.
"Wahdiyat dan Boy Loruntu, keduanya tidak hadir dan mengonfirmasi untuk penjadwalan ulang," tukasnya.
Sementara terhadap saksi Muh Syaiun, yang tidak hadir tanpa konfirmasi, KPK mengingatkan untuk kooperatif dan menghadiri panggilan berikutnya dari tim penyidik.
Sebelumnya, Kamis (13/1), KPK menetapkan enam tersangka terkait kasus dugaan korupsi tersebut, yang terdiri atas lima orang penerima suap dan satu orang pemberi suap.
Kelima penerima suap tersebut adalah Abdul Gafur Mas'ud, Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi (MI), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro (EH), Kabid Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman (JM), serta Bendahara Umum Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis (NAB) selaku pihak swasta.
Atas perbuatannya, tersangka Abdul Gafur Mas'ud, Mulyadi, Edi Hasmoro, Jusman, dan Nur Afifah Balqis selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka Achmad Zuhdi, selaku pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.