Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan barang bukti dan tersangka mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno (HS) ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.
Herman merupakan tersangka kasus dugaan korupsi terkait proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas PUPR Kota Banjar, Jawa Barat tahun 2012-2017.
"Tim penyidik, Kamis (21/4), telah selesai melaksanakan tahap II, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti untuk tersangka HS pada tim jaksa. Berdasarkan penelitian berkas perkara secara keseluruhan baik syarat formal dan materiilnya telah dinyatakan lengkap oleh tim jaksa," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Penahanan terhadap Herman tetap masih dilakukan oleh tim jaksa selama 20 hari sampai dengan 10 Mei 2022, di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
"Berkas perkara dan surat dakwaan segera disusun dan dilimpahkan ke pengadilan tipikor oleh tim jaksa dalam waktu 14 hari kerja. Persidangan diagendakan di Pengadilan Tipikor pada PN Bandung," kata Ali.
Selain Herman, KPK juga telah menetapkan Rahmat Wardi (RW) dari pihak swasta/Direktur CV Prima sebagai tersangka.
KPK menyebut Rahmat sebagai salah satu pengusaha jasa konstruksi di Kota Banjar diduga memiliki kedekatan dengan Herman selaku Wali Kota Banjar periode 2008-2013.
Sebagai wujud kedekatan tersebut, KPK menduga sejak awal telah ada peran aktif dari Herman, di antaranya dengan memberikan kemudahan bagi Rahmat untuk mendapatkan izin usaha, jaminan lelang, dan rekomendasi pinjaman bank, sehingga Rahmat bisa mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar.
Antara 2012 dan 2014, Rahmat dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar dengan total nilai proyek sebesar Rp23,7 miliar. Sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman, Rahmat memberikan fee proyek antara 5 persen dan 8 persen dari nilai proyek untuk Herman.
Pada bulan Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat melakukan peminjaman uang ke salah satu bank di Kota Banjar dengan nilai yang disetujui sekitar Rp4,3 miliar, kemudian untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya, sedangkan untuk cicilan pelunasannya tetap menjadi kewajiban Rahmat.
Selanjutnya, Rahmat juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas pada Herman dan keluarganya, di antaranya tanah dan bangunan untuk pendirian Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kota Banjar. Selain itu, Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional rumah sakit swasta yang didirikan oleh Herman.
KPK juga menyebut selama masa kepemimpinan Herman sebagai Wali Kota Banjar periode 2008-2013 diduga pula banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek di Pemkot Banjar. Saat ini, tim penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi itu.
Herman merupakan tersangka kasus dugaan korupsi terkait proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas PUPR Kota Banjar, Jawa Barat tahun 2012-2017.
"Tim penyidik, Kamis (21/4), telah selesai melaksanakan tahap II, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti untuk tersangka HS pada tim jaksa. Berdasarkan penelitian berkas perkara secara keseluruhan baik syarat formal dan materiilnya telah dinyatakan lengkap oleh tim jaksa," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Penahanan terhadap Herman tetap masih dilakukan oleh tim jaksa selama 20 hari sampai dengan 10 Mei 2022, di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
"Berkas perkara dan surat dakwaan segera disusun dan dilimpahkan ke pengadilan tipikor oleh tim jaksa dalam waktu 14 hari kerja. Persidangan diagendakan di Pengadilan Tipikor pada PN Bandung," kata Ali.
Selain Herman, KPK juga telah menetapkan Rahmat Wardi (RW) dari pihak swasta/Direktur CV Prima sebagai tersangka.
KPK menyebut Rahmat sebagai salah satu pengusaha jasa konstruksi di Kota Banjar diduga memiliki kedekatan dengan Herman selaku Wali Kota Banjar periode 2008-2013.
Sebagai wujud kedekatan tersebut, KPK menduga sejak awal telah ada peran aktif dari Herman, di antaranya dengan memberikan kemudahan bagi Rahmat untuk mendapatkan izin usaha, jaminan lelang, dan rekomendasi pinjaman bank, sehingga Rahmat bisa mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar.
Antara 2012 dan 2014, Rahmat dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar dengan total nilai proyek sebesar Rp23,7 miliar. Sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman, Rahmat memberikan fee proyek antara 5 persen dan 8 persen dari nilai proyek untuk Herman.
Pada bulan Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat melakukan peminjaman uang ke salah satu bank di Kota Banjar dengan nilai yang disetujui sekitar Rp4,3 miliar, kemudian untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya, sedangkan untuk cicilan pelunasannya tetap menjadi kewajiban Rahmat.
Selanjutnya, Rahmat juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas pada Herman dan keluarganya, di antaranya tanah dan bangunan untuk pendirian Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kota Banjar. Selain itu, Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional rumah sakit swasta yang didirikan oleh Herman.
KPK juga menyebut selama masa kepemimpinan Herman sebagai Wali Kota Banjar periode 2008-2013 diduga pula banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek di Pemkot Banjar. Saat ini, tim penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi itu.