Denpasar (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Buleleng menahan seorang pegawai negeri sipil (PNS) dan kepala lingkungan Banjar Tegal, Buleleng, setelah mendalami daftar pemakai narkoba dari kasus “apotek” sabu yang diungkap BNN Bali di Singaraja.
Keduanya saat ini masih menjalani pemeriksaan di BNN Buleleng, kata Kepala BNN Bali Kepala BNN Bali Brigjen Pol. Gde Sugianyar Dwi Putra dalam pesan tertulisnya yang diterima di Denpasar, Sabtu.
“Kalau tidak ada keterlibatan sebagai bandar atau pengedar/jaringan, arahnya nanti direhabilitasi,” kata Sugianyar.
BNN menangkap PNS dan kepala lingkungan itu setelah mendalami daftar pemakai dari sejumlah gawai (smartphone) yang disita dari pelaku “apotek” sabu, dikenal dengan inisial Tom.
Sugianyar mengatakan ada lebih dari 100 pemakai yang tercatat dalam gawai milik TOM sehingga ia mengimbau mereka segera datang secara sukarela ke kantor BNN terdekat untuk melapor dan menjalani rehabilitasi.
Kepala BNN Bali menyampaikan pihaknya tetap mengedepankan pendekatan rehabilitasi kepada para pemakai, tetapi untuk bandar, pengedar, atau mereka yang terlibat dalam jaringan peredaran narkoba, BNN akan menindak tegas melalui jalur pidana.
BNN pada minggu ini (31/5) mengungkap kasus “apotek” sabu di Singaraja, Buleleng, yang dikelola oleh satu keluarga beranggotakan 11 orang. “Apotek” sabu itu dikendalikan oleh Tom selaku kepala keluarga.
Sugianyar menjelaskan “apotek” merupakan istilah dari jaringan bandar narkoba, yang merujuk pada metode penjualan narkoba langsung di tempat penjual. Dalam kasus Tom, kediaman pelaku jadi tempat jual beli dan memakai narkoba.
“Ini menggunakan sistem apotek bahwa mereka menjual langsung (sabu-sabu) di pusat kota, dan mereka menjual langsung pada pemakai di tempat, dan disiapkan fasilitas pemakaian (narkotika) di rumah (pelaku),” kata Sugianyar saat jumpa pers di Denpasar, Bali, Selasa (31/5).
Dari hasil pengungkapan “apotek” sabu itu, BNN menyita 54 paket sabu-sabu kristal bening siap pakai seberat 35,69 gram.
Tom bersama keluarganya menjual sabu-sabu itu dalam bungkus paket seberat 0,1 gram yang harga satuannya Rp200.000.
Per harinya, “apotek sabu” Tom dan keluarga dapat menjual kurang lebih 5–10 gram atau sekitar 50–100 bungkus paket sabu-sabu.
BNNP meyakini sabu-sabu itu bagian dari jaringan peredaran narkotika Sidetapa, Buleleng.
“(Hampir) semua pemain di sana (Sidetapa, Red.) memasok ke Tom,” kata Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Bali I Putu Agus Arjaya dalam sesi jumpa pers yang sama.
Dari 11 orang yang ditangkap, ada empat anggota keluarga jadi tersangka, yaitu Tom, DP (usia 51 tahun), KLS (45 tahun), dan AM (23 tahun) yang merupakan putra Tom.
Sementara itu, tujuh anggota keluarga lainnya termasuk istri Tom tidak ditetapkan sebagai tersangka karena BNNP belum menemukan dua alat bukti yang cukup.
Walaupun demikian, mereka masih dilibatkan dalam penyidikan sebagai saksi.
Di samping melakukan penindakan hukum terhadap pelaku, BNN juga aktif melakukan kegiatan pencegahan, di antaranya menggelar seminar antinarkoba di Banjar Tegal.
Dalam kegiatan itu, yang berlangsung di SMPN 6 Singaraja, Minggu (5/6), Kepala BNN Buleleng AKBP I Gede Astawa turut menjadi salah seorang pembicara.
Keduanya saat ini masih menjalani pemeriksaan di BNN Buleleng, kata Kepala BNN Bali Kepala BNN Bali Brigjen Pol. Gde Sugianyar Dwi Putra dalam pesan tertulisnya yang diterima di Denpasar, Sabtu.
“Kalau tidak ada keterlibatan sebagai bandar atau pengedar/jaringan, arahnya nanti direhabilitasi,” kata Sugianyar.
BNN menangkap PNS dan kepala lingkungan itu setelah mendalami daftar pemakai dari sejumlah gawai (smartphone) yang disita dari pelaku “apotek” sabu, dikenal dengan inisial Tom.
Sugianyar mengatakan ada lebih dari 100 pemakai yang tercatat dalam gawai milik TOM sehingga ia mengimbau mereka segera datang secara sukarela ke kantor BNN terdekat untuk melapor dan menjalani rehabilitasi.
Kepala BNN Bali menyampaikan pihaknya tetap mengedepankan pendekatan rehabilitasi kepada para pemakai, tetapi untuk bandar, pengedar, atau mereka yang terlibat dalam jaringan peredaran narkoba, BNN akan menindak tegas melalui jalur pidana.
BNN pada minggu ini (31/5) mengungkap kasus “apotek” sabu di Singaraja, Buleleng, yang dikelola oleh satu keluarga beranggotakan 11 orang. “Apotek” sabu itu dikendalikan oleh Tom selaku kepala keluarga.
Sugianyar menjelaskan “apotek” merupakan istilah dari jaringan bandar narkoba, yang merujuk pada metode penjualan narkoba langsung di tempat penjual. Dalam kasus Tom, kediaman pelaku jadi tempat jual beli dan memakai narkoba.
“Ini menggunakan sistem apotek bahwa mereka menjual langsung (sabu-sabu) di pusat kota, dan mereka menjual langsung pada pemakai di tempat, dan disiapkan fasilitas pemakaian (narkotika) di rumah (pelaku),” kata Sugianyar saat jumpa pers di Denpasar, Bali, Selasa (31/5).
Dari hasil pengungkapan “apotek” sabu itu, BNN menyita 54 paket sabu-sabu kristal bening siap pakai seberat 35,69 gram.
Tom bersama keluarganya menjual sabu-sabu itu dalam bungkus paket seberat 0,1 gram yang harga satuannya Rp200.000.
Per harinya, “apotek sabu” Tom dan keluarga dapat menjual kurang lebih 5–10 gram atau sekitar 50–100 bungkus paket sabu-sabu.
BNNP meyakini sabu-sabu itu bagian dari jaringan peredaran narkotika Sidetapa, Buleleng.
“(Hampir) semua pemain di sana (Sidetapa, Red.) memasok ke Tom,” kata Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Bali I Putu Agus Arjaya dalam sesi jumpa pers yang sama.
Dari 11 orang yang ditangkap, ada empat anggota keluarga jadi tersangka, yaitu Tom, DP (usia 51 tahun), KLS (45 tahun), dan AM (23 tahun) yang merupakan putra Tom.
Sementara itu, tujuh anggota keluarga lainnya termasuk istri Tom tidak ditetapkan sebagai tersangka karena BNNP belum menemukan dua alat bukti yang cukup.
Walaupun demikian, mereka masih dilibatkan dalam penyidikan sebagai saksi.
Di samping melakukan penindakan hukum terhadap pelaku, BNN juga aktif melakukan kegiatan pencegahan, di antaranya menggelar seminar antinarkoba di Banjar Tegal.
Dalam kegiatan itu, yang berlangsung di SMPN 6 Singaraja, Minggu (5/6), Kepala BNN Buleleng AKBP I Gede Astawa turut menjadi salah seorang pembicara.