Palu (ANTARA) - Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) memastikan kesiapan untuk menggelar sidang kode etik terhadap Briptu D dalam perkara dugaan penerimaan gratifikasi oleh 18 calon siswa (casis) bintara Polri gelombang kedua 2022.
"Beberapa waktu lalu memang ada perbaikan berkas perkara, dan saat ini sudah siap untuk disidang," kata Kasubdit Penerangan Masyarakat Polda Sulteng Kompol Sugeng Lestari, di Palu, Selasa.
Dia menjelaskan tidak hanya proses perbaikan pemberkasan yang baru selesai digelar, melainkan juga pejabat pendamping yang ditunjuk terduga pelanggar dari Bidang Hukum Polda Sulteng sedang menjalankan tugas di Jakarta.
Oleh karena itu, Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sulteng, ujar Sugeng, baru menggelar sidang kode etik terhadap Briptu D pada Selasa (8/11).
"Makanya waktu itu sempat prosesnya sedikit memakan waktu, namun saat ini sudah siap digelar untuk pekan pertama November 2022," katanya pula.
Sebelumnya, pihak Polda Sulteng mengemukakan saksi yang sudah dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik berjumlah 36 orang, terdiri dari orangtua dan casis yang sudah didiskualifikasi.
Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan terhadap oknum polisi Briptu D yang sebelumnya telah ditahan dengan status terperiksa, karena dugaan pelanggaran etik Polri, setelah dilakukan penyitaan barang bukti dua unit mobil dan uang senilai Rp4,4 miliar.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tengah (ORI Sulteng) Sofyan Farid Lembah menyoroti kasus dugaan pemberian gratifikasi oleh casis bintara Polri gelombang II di Polda Sulteng itu, untuk diusut lebih lanjut ke ranah pidana.
Ia mengungkapkan salah satu yang menjadi indikasi adanya keterlibatan orang lain dalam dugaan pemberian gratifikasi tersebut adalah status Briptu D yang hanya menjadi panitia khusus kesehatan, bukan pada struktur kepanitiaan yang menyeluruh untuk melakukan seleksi serta menentukan kelulusan terhadap casis bintara Polri di Polda setempat.
"Dugaan kami ini adalah sindikasi, sehingga harus ada investigasi dan mengusut siapa dalangnya, karena jika ditelaah secara cermat tidak mungkin uang senilai Rp4,4 miliar itu hanya untuk seorang Briptu D," ujar Sofyan.
"Beberapa waktu lalu memang ada perbaikan berkas perkara, dan saat ini sudah siap untuk disidang," kata Kasubdit Penerangan Masyarakat Polda Sulteng Kompol Sugeng Lestari, di Palu, Selasa.
Dia menjelaskan tidak hanya proses perbaikan pemberkasan yang baru selesai digelar, melainkan juga pejabat pendamping yang ditunjuk terduga pelanggar dari Bidang Hukum Polda Sulteng sedang menjalankan tugas di Jakarta.
Oleh karena itu, Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sulteng, ujar Sugeng, baru menggelar sidang kode etik terhadap Briptu D pada Selasa (8/11).
"Makanya waktu itu sempat prosesnya sedikit memakan waktu, namun saat ini sudah siap digelar untuk pekan pertama November 2022," katanya pula.
Sebelumnya, pihak Polda Sulteng mengemukakan saksi yang sudah dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik berjumlah 36 orang, terdiri dari orangtua dan casis yang sudah didiskualifikasi.
Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan terhadap oknum polisi Briptu D yang sebelumnya telah ditahan dengan status terperiksa, karena dugaan pelanggaran etik Polri, setelah dilakukan penyitaan barang bukti dua unit mobil dan uang senilai Rp4,4 miliar.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tengah (ORI Sulteng) Sofyan Farid Lembah menyoroti kasus dugaan pemberian gratifikasi oleh casis bintara Polri gelombang II di Polda Sulteng itu, untuk diusut lebih lanjut ke ranah pidana.
Ia mengungkapkan salah satu yang menjadi indikasi adanya keterlibatan orang lain dalam dugaan pemberian gratifikasi tersebut adalah status Briptu D yang hanya menjadi panitia khusus kesehatan, bukan pada struktur kepanitiaan yang menyeluruh untuk melakukan seleksi serta menentukan kelulusan terhadap casis bintara Polri di Polda setempat.
"Dugaan kami ini adalah sindikasi, sehingga harus ada investigasi dan mengusut siapa dalangnya, karena jika ditelaah secara cermat tidak mungkin uang senilai Rp4,4 miliar itu hanya untuk seorang Briptu D," ujar Sofyan.