ICMI nilai biaya tinggi tak cerminkan anggaran pendidikan

id Nanat Fatah Natsir.

 ICMI nilai biaya tinggi tak cerminkan anggaran pendidikan

Nanat Fatah Natsir. (FOTO ANTARA/Widodo S. Jusuf) istimewa

Dengan anggaran pendidikan 20 persen, seharusnya biaya pendidikan bisa lebih murah. Namun, sekarang biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri yang notabene milik pemerintah saja mahal,"
Jakarta (ANTARA News) - Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Nanat Fatah Natsir mengatakan biaya yang tinggi mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi tidak mencerminkan anggaran pendidikan 20 persen.

"Dengan anggaran pendidikan 20 persen, seharusnya biaya pendidikan bisa lebih murah. Namun, sekarang biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri yang notabene milik pemerintah saja mahal," kata Nanat Fatah Natsir dihubungi di Jakarta, Jumat.

Mantan rektor UIN Bandung itu mengatakan anggaran pendidikan mencapai 20 persen cukup tinggi, sehingga seharusnya gaji guru dan dosen, pembangunan gedung dan laboratorium-laboratorium di sekolah dan perguruan tinggi negeri dibiayai pemerintah.

Namun, fakta saat ini, anggaran pendidikan 20 persen seolah tidak memiliki korelasi dengan kemampuan masyarakat dalam menempuh pendidikan. Biaya pendidikan di Indonesia masih saja mahal, apalagi bila dibandingkan beberapa negara lain.

"Masyarakat saat ini masih terbebani dengan biaya di perguruan tinggi negeri mulai dari pendidikan strata satu hingga pascasarjana," ujarnya.

Karena itu, dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) pada sekolah negeri, Nanat mendorong pemerintah untuk mengembangkan pendidikan yang lebih bermutu tetapi tidak mendiskriminasi.

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan sejumlah orang tua murid dan aktivis pendidikan untuk menguji pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional yang tidak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) karena mahal.

Orang tua murid yang mengajukan "judicial review" adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria dan Milang Tauhida bersama sejumlah aktivis pendidikan yaitu Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo dan Febri Antoni Arif.

Penghapusan status RSBI merupakan "judicial review" keempat terhadap Undang-Undang Sisdiknas yang diajukan dan dikabulkan MK. Sebelumnya MK telah mengabulkan pengujian terhadap pasal 49 tentang anggaran pendidikan, pasal 53 tentang Badan Hukum Publik dan pasal 55 tentang bantuan bagi sekolah swasta.
(D018)