Jakarta (ANTARA
News) - Himpunan Pengusaha Jasa TKI menyatakan upaya Menakertrans
Muhaimin Iskandar membuat MoU dengan Arab Saudi tentang penempatan dan
perlindungan TKI akan sia-sia jika tidak melibatkan Kemenlu RI.
Ketua
Bidang Etik Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani di
Jakarta, Kamis, mengatakan sudah banyak kasus dimana MoU dan perjanjian
dua negara tidak terjadi karena hanya Kemenlu RI yang menjadi wakil
resmi negara pada pembicaraan dengan negara lain.
"Seharusnya
urusan pembicaraan kesepemahaman (MoU) diserahkan saja kepada Kemenlu
yang memang membidangi masalah tersebut," kata Yunus.
Dia
mencatat, sejumlah pejabat Kemenakertrans, baik Menteri maupun Dirjen
sudah berulang kali ke Saudi tetapi tidak pernah menghasilkan apapun.
"Pada
akhirnya hanya melakukan pemborosan uang negara yang berasal dari
rakyat. Saya mencatat sudah lebih dari lima kali pejabat Kemenakertrans
ke Saudi tetapi hingga saat ini moratorium penempatan TKI informal tidak
kunjung dibuka," kata Yunus.
Sebelumnya Menakertrans Muhaimin
Iskandar dan sejumlah pejabat Kemenakertrans berkunjung ke Saudi dan
Kuwait untuk menjajagi kemungkinan pembukaan penempatan TKI informal ke
negara tersebut.
Pemerintah Indonesia mensyaratkan penempatan
dilakukan lagi jika negara tujuan penempatan menandatangani kesepemahan
antara kedua negara tentang penempatan dan perlindungan TKI.
Sementara
pengusaha kedua negara secara sendiri-sendiri atau berkelompok wajib
membuka kantor perwakilan untuk mengawasi dan melindungi di negara
tujuan penempatan.
Yunus mendapat informasi dari media online di
Saudi yang memberitakan bahwa pembicaraan antara delegasi Kemenakertrans
dengan Saudi pada kunjungan baru-baru ini ke timur tengah tidak
menemukan kesepakatan karena masih terdapat perbedaan diantara keduanya.
Perbedaan itu pada pembahasan kewajiban asuransi, pembukaan rekening bank bagi TKI, syarat kesehatan, lari dari majikan.
(E007/R007)
Himsataki: "sia-sia jika tak libatkan Kemenlu"
Seharusnya urusan pembicaraan kesepemahaman (MoU) diserahkan saja kepada Kemenlu yang memang membidangi masalah tersebut,"