Petani Tolak AGU Turunkan Harga TBS Sepihak

id Petani Tolak AGU Turunkan Harga TBS Sepihak, TBS Kelapa Sawit

Petani Tolak AGU Turunkan Harga TBS Sepihak

Ilustrasi (Istimewa)

Kalau pemerintah daerah menyetujui harga yang diminta PT AGU berarti pemerintah tidak prorakyat dan mendukung perusahaan..."
Muara Teweh (Antara Kalteng) - Petani plasma kelapa sawit di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah menolak perusahaan PT Antang Ganda Utama menurunkan harga tandan buah segar kelapa sawit secara sepihak pada September 2015.

"Harga tandan buah segar (TBS) yang ditetapkan pemerintah untuk September sebesar Rp1.366/Kg sedang harga dari PT AGU hanya sekitar Rp700 sampai Rp800/Kg," kata seorang petani plasma kelapa sawit, Rahman di Muara Teweh, Kamis.

Menurut dia, ketetapkan harga TBS untuk bulan ini merupakan hasil rapat perusahaan dengan anggota koperasi dan petani plasma yang difasilitasi Pemerintah Provinsi Kalteng pada akhir Agustus 2015 di Palangka Raya.

Dalam ketetapkan itu harga TBS pada September 2015 sebesar Rp1.336/Kg atau anjlok sebanyak Rp165 dari harga pada Agustus 2015 Rp1.501/kg.

Di samping itu pembagian hasil setiap kilogram yang diterima perusahaan untuk biaya pengolahan dan pemasaran minyak sawit mentah (CPO) serta biaya penyusutan pabrik ditetapkan 81,72 persen atau turun dibanding dengan periode sebelumnya 82,98 persen.

Harga jual inti sawit (PKO) anjlok dari sebelumnya Rp4.486 menjadi Rp3.854/kg sedangkan harga jual CPO di pasar dalam negeri juga turun menjadi Rp6.751/Kg dari Rp7.407/Kg.

"Kalau PT AGU keberatan dengan harga yang ditetapkan rapat bersama itu, semestinya saat itu juga disampaikan, bukan setelah ditetapkan secara resmi baru menurunkan harga secara sepihak," katanya.

Informasi penetapkan harga TBS Rp700-Rp800/Kg itu, pihak PT AGU melakukan pertemuan dengan pemerintah daerah untuk minta persetujuan terkait harga tersebut.

"Kalau pemerintah daerah menyetujui harga yang diminta PT AGU berarti pemerintah tidak prorakyat dan mendukung perusahaan. Saat ini harga yang ditetapkan pemerintah saja sudah membuat petani terpukul, apalagi ditambah dengan harga dari perusahaan yang anjloknya cukup banyak," ujar dia.