Pukat Minta KPK-MA Awasi Panitera Pengadilan

id KPK-MA Awasi Panitera Pengadilan, Pusat Kajian Antikorupsi, Pukat, KPK, MA

Pukat Minta KPK-MA Awasi Panitera Pengadilan

ILUSTRASI (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta (Antara Kalteng) - Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada meminta Komisi Pemberantasan Korupsi dan Mahkamah Agung mengawasi panitera pengadilan pascapenangkapan oknum perangkat pengadilan yang diduga terlibat jaringan mafia peradilan.

Peneliti dari pusat kajian antikorupsi UGM Fariz Fachryan menilai dengan maraknya mafia peradilan maka KPK dan Mahkamah Agung (MA) harus segera melakukan pengawasan kepada panitera.

"Karena ada indikasi panitera bermain sesuai order pengacara. Apalagi panitera juga bisa mengatur jadwal sidang, dan penentuan hakim yang akan memimpin persidangan," kata Fariz dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, KPK kembali menangkap oknum perangkat peradilan yang diduga terlibat dalam jaringan mafia peradilan, diantaranya adalah Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution karena menerima uang dari Doddy Aryanto Supeno pada Rabu (20/4) lalu.

Doddy Aryanto yang merupakan Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga, anak perusahaan PT Lippo Group, memberikan sejumlah dana tersebut diindikasikan untuk "mengamankan" pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. 

Pada Sabtu (13/2), KPK juga menangkap Kasubdit Kasasi, Perdata dan Tata Laksana Perkara MA Andri Tristianto Sutisna yang ditangkap terkait penundaan penyerahan salinan putusan ke PN Mataram, Nusa Tenggara Barat yang tengah menjerat Ichsan Suaidi, Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA) dalam putusan perkara korupsi Labuan Haji Lombok Timur.

Dengan ditangkapnya kembali perangkat peradilan, membuktikan ada yang salah dalam sistem lembaga peradilan. Kesalahan juga terjadi pada mekanisme pencegahan dalam proses perekrutan orang-orang yang masuk dalam lingkungan peradilan. 

"Isu mafia peradilan masih berkutat pada hal yang sama, Yaitu jual beli putusan, jual beli vonis dan lainnya," ujar Fariz.

Lebih lanjut, Faris menuturkan untuk menghindari jatuhnya korban dari praktek mafia peradilan maka masyarakat juga harus diberi edukasi menangani pemerasan yang dilakukan mafia peradilan.

"Karena tanpa ada edukasi dalam menangani pemerasan mustahil jaringan mafia peradilan dapat diputus. Masyarakat juga harus berani menolak ketika dihadapkan pada praktik mafia peradilan," tuturnya.

Selain butuh pengawasan KPK dan MA, untuk menyudahi praktik mafia peradilan umum dan khusus, Presiden juga didesak untuk turun tangan langsung memimpin gerakan sistemik.

"Untuk membersihkan praktik korupsi dan mafia peradilan, maka selayaknya penegakan hukum dalam hal pemberantasan korupsi dan pemberantasan mafia peradilan harus dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi," kata Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu.

Menurut dia, turun tangannya presiden dibutuhkan, pasalnya mafia peradilan melibatkan banyak pihak mulai dari polisi, panitera, pengacara, jaksa dan hakim serta petugas di Lembaga Pemasyarakatan.

"Maka ketika institusi penegak hukum dan lembaga peradilan terlibat dalam skandal korupsi itu sendiri, sudah seharusnya Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara memimpin langsung pemberantasan korupsi dan pemberantasan mafia peradilan," tutur Masinton.

Operasi Tangkap Tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Panitera Sekertaris Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution, kata Masinton, harus menjadi pintu masuk untuk membersihkan mafia peradilan yang sudah menggurita.

"Karena, sejarah keberhasilan beberapa negara memberantas korupsi ditentukan keberhasilan membersihkan korupsi di lembaga peradilan. Oleh karena itu, keberhasilan pemberantasan korupsi di Indonesia akan ditentukan keberhasilan membersihkan korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum dan peradilan," ucap Masinton.