Kapolres Barut Kumpulkan Tokoh Terkait Kasus Penganiayaan, Apa Isinya?

id barito utara, polres barut, Dua pembantu dianiaya, Pemilik Klinik Bersalin Aniaya 2 Pembantu, klinik bersalin, KNPI Barut, pemilik Klinik Bersalin Chr

Kapolres Barut Kumpulkan Tokoh Terkait Kasus Penganiayaan, Apa Isinya?

Kapolres Barito Utara AKBP Roy HM Sihombing saat menggelar coffe morning dengan tokoh masyarakat di daerah ini, terkait kasus penganiayaan dan pencabulan, di aula Mapolres setempat di Muara Teweh, Selasa. (Istimewa)

Kalau sampai proses terhenti, akan menjadi contoh yang tidak baik. Visum mesti dilakukan terhadap balita dan ART itu
Muara Teweh (Antara Kalteng) - Kapolres Barito Utara, Kalimantan Tengah AKBP Roy HM Sihombing mengumpulkan sejumlah tokoh masyarakat terkait kasus penganiayaan asisten rumah tangga di Klinik Bersalin "Christina" di Muara Teweh, Selasa.

Di depan para tokoh, Roy menyampaikan, akan memproses kasus penganiayaan maupun perbuatan tidak senonoh yang dilakukan pembantu. "Penyidikan kami independen," tegasnya dalam didampingi Sekretaris Daerah Pemkab Barito Utara (Barut) Jainal Abidin di Mapolres setempat.

Menurut Kapolres Roy, dalam perspektif hukum pidana terdapat perbuatan overmacht (daya paksa), yang dilakukan dalam keadaan terpaksa.

"Orang yang melakukan dalam keadaan terpaksa dan dibawah tekanan tidak dapat dihukum," katanya di depan Ketua DAD Barito Utara, Ketua KNPI, Ketua IKBA, PWI, HMI dan tokoh masyarakat lainnya.

Roy menyatakan tidak semua penegakan hukum harus ke pengadilan. Polisi mempertimbangkan juga azas kepastian, kemanfaatan dan keadilan hukum. Dia mengharapkan pernyataan tokoh-tokoh masyarakat membawa kedamaian, sehingga pembangunan di Kabupaten Barito Utara lancar.

Perwira menengah dengan dua melati di pundak itu menceritakan kronologis kasus penganiayaan pembantu, dan pencabulan anak bidan Christina. Bahkan ia memperlihatkan tayangan video jumpa pers korban dan bidan di Bidang Humas Polda Kalteng.

"Saya yakin dan percaya masyarakat bisa memahami, yang kami sampaikan kebenaran serta kejujuran tidak lebih dari itu. Sampaikan apa adanya dengan masyarakat," tutur Roy. Dia pun mempersilahkan para tokoh masyarakat menyampaikan pendapat dan pertanyaan kepada Polres Barito Utara.

Roy menekankan, saat ini ART Nur Habibah (23) dan DS (23) sudah berada dibawah pengawasan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Pemberdayaan Perempuan Kalteng.

"Kapolres tidak melarang untuk menjenguk pembantu itu, tidak ada kewenangan Kapolres melarang siapa pun untuk bertemu," ujarnya.

Apabila ada yang tidak puas, Kapolres mempersilahkan untuk menemui P2TP2A Pemberdayaan Perempuan Kalteng.

"Tanyakan langsung apakah yang diceritakan ini rekayasa, kalau perlu buat tim audit investigasi," kata seraya mengajak masyarakat berfikir bijak, sehingga bersama-sama polisi menjaga keamanan Kabupaten Barito Utara.

Sementara Sekretaris Daerah Jainal Abidin yang hadir mengatakan masyarakat ingin memperoleh informasi yang benar dan komprehensif. Setelah penjelasan Kapolres Barito Utara, semakin banyak informasi yang diterima. Pemkab Barito Utara menginginkan kondisi yang sudah aman semakin kondusif.

"Masalah ini kita percayakan sepenuhnya kepada kepolisian untuk menangani, sesuai hukum yang berlaku," ucapnya. Jajaran pemerintah daerah, kata dia, berharap kejadian seperti itu tidak terulang di Muara Teweh. Disamping itu, dengan adanya pertemuan yang menghadirkan tokoh masyarakat, permasalahan bisa selesai.

Terlebih para tokoh telah memahami keadaan yang sebenarnya. Namun masyarakat memang memiliki keinginantahunan yang luas, serta kesedihan yang mendalam melihat pembantu rumah tangga yang teraniaya.

"Mari kita semua mengambil hikmah untuk ke depan. Mendudukan kepada persoalan yang sebenar-benarnya," kata Sekda Jainal sambil meminta pertemuan ini tetap dilaksanakan rutin untuk membahas Kamtibmas di Kabupaten Barito Utara.

Selain Sekda, tanggapan datang dari Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Barito Utara, Jonio Suharto Ia mendukung proses yang ditangani kepolisian.

"Kami menyukai proses perdamaian," ungkapnya. Dia pun tidak meragukan informasi yang diberikan kepolisian. Komentar juga disampaikan tokoh pendeta dan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Barito Utara. Mereka mendukung langkah-langkah kepolisian.

Contoh tak baik

Sedangkan pendapat yang berbeda disampaikan Ketua KNPI Barito Utara, Wardatun Nurjamilah. Dia menjelaskan, pertama kali mendapatkan informasi dari media massa, namun dari KNPI tidak ada gerakan atau gejolak. Tapi setelah mengetahui ART itu tidak berada di tempat, kemudian Klinik Bersalin Christina diserang massa, baru KNPI mulai bersuara.

"Kami tidak memandang asalnya dari mana dan agamanya apa, tapi kami melihat anak kecil dan perempuan itu," bebernya. 

Dia setuju antara pembantu dan majikan didamaikan, namun bukan berarti menghilangkan proses hukum. Sebab terdapat kasus penganiayaan dan pelecehan seksual terhadap balita. Kalau sampai proses terhenti, akan menjadi contoh yang tidak baik. Visum mesti dilakukan terhadap balita dan ART itu," timpalnya.

Wardatun yang juga anggota DPRD Barito Utara itu menambahkan, DPD KNPI Kabupaten Barito Utara terus mengupayakan komunikasi dengan P2TP2A Pemberdayaan Perempuan Kalteng, untuk bisa berkomunikasi dengan pihak terkait, terutama korban penganiayaan.

"Pihaknya tidak ada niat untuk mencampuri penanganan hukum, tapi lebih pada pengawalan proses agar antara hak dan kewajiban korban berjalan subjektif," kata politisi muda dari Partai Persatuan Pembangunan ini.