Waduh! Gubernur Kalteng Didesak Cabut IUP Yang Belum "Clean And Clear"

id Kalimantan Tengah, Gubernur Kalteng, sugianto sabran, Save Our Borneo, SOB, Nurdin

Waduh! Gubernur Kalteng Didesak Cabut IUP Yang Belum "Clean And Clear"

Ilustrasi - Save Our Borneo (Ist)

Kami sangat khawatir bahwa apabila Gubernur tidak mencabut IUP Non-CnC, maka Kementerian ESDM yang menggunakan kewenangannya untuk mencabut. Kalau ini terjadi, maka Pemprov Kalteng dianggap tidak mampu menindak IUP belum CnC,"
Palangka Raya (Antara Kalteng) - Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran diminta segera menindak dan mencabut izin usaha pertambangan (IUP) yang belum "clean and clear" (CnC) atau memenuhi semua persyaratan sesuai aturan yang berlaku.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan batas waktu kepada Pemerintah Provinsi sampai 2 Januari 2017 untuk mengevaluasi IUP mineral dan batubara, kata Direktur Save Our Borneo (SOB) Nurdin melalui rilis di Palangka Raya, Senin.

"Kalau sampai batas waktu itu hasil evaluasinya pemegang IUP tidak juga CnC, harus dicabut atau diakhiri. Tindakan ini berdasarkann Peraturan Menteri ESDM nomor 43/2015 Tata Cara Evaluasi Penerbitan IUP Minerba," bebernya.

Selain mencabut IUP tersebut, Orang nomor satu di provinsi berjuluk "Bumi Tambun Bungai-Bumi Pancasila" ini didesak mengembalikan status lahannya sesuai kebijakan peruntukan tata ruang wilayah yang telah ditetapkan.

Nurdin mengatakan polemik penertiban IUP belum CnC harus segera diakhiri, karena KPK juga terlibat dalam monitoring dan supervisi dari proses rekonsiliasi dan evaluasi IUP sejak tiga tahun lalu.

"Kami sangat khawatir bahwa apabila Gubernur tidak mencabut IUP Non-CnC, maka Kementerian ESDM yang menggunakan kewenangannya untuk mencabut. Kalau ini terjadi, maka Pemprov Kalteng dianggap tidak mampu menindak IUP belum CnC," katanya.

Menurut informasi yang dimiliki SOB, pada tahun 2016 IUP belum CnC di Provinsi nomor dua terluas ini masih ada tersisa 400 dari 900 pemegan IUP. Banyaknya IUP belum CnC itu tentunya sangat merugikan negara, sehingga harus segera dicabut.

Dia mengatakan temuan Koordinasi dan Suversisi Mineral dan Batubara KPK menyebutkan sebanyak 6,3 juta hektare tambang masuk ke dalam kawasan hutan konservasi dan hutan lindung.

Selain itu, masih terdapat piutang PNBP sebesar Rp26,2 triliun. Di mana 21,8 berupa DHPB atau Royalti dari 5 (lima) Perusahaan PKP2B Generasi I dan sisanya Rp 4,3 triliun dari PKP2B, KK dan IUP.

"Temuan lain, sebanyak 75 persen IUP tak membayar jaminan reklamasi dan pasca tambang. Pemerintah harus memastikan penyelesaian kewajiban perusahaan-perusahaan tambang tersebut secara transparan karena menyangkut kerugian negara dan kerugian lingkungan hidup," demikian Nurdin.