Jakarta (Antara Kalteng) - Ketua DPR Setya Novanto menjelaskan sejumlah
pertemuan antara Komisi II dengan Kementerian Dalam Negeri terkait
pembahasan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional
(KTP-E).
"(Tadi) itu hanya diklarifikasi yang berkaitan saya
sebagai ketua fraksi, itu ada pimpinan Komisi II untuk menyampaikan,
tetapi semua yang disampaikan normatif saja," kata Setya Novanto usai
diperiksa sebagai saksi di gedung KPK selama sekitar 4 jam, Selasa.
Setya
Novanto yang biasa dipanggil Setnov menjalani pemeriksaan kedua sebagai
saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP tahun
anggaran 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri.
Pada 2011-2012
saat proyek e-KTP berlangsung, Setnov menjabat Bendahara Umum Partai
Golkar sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR. Saat ini Setnov
adalah Ketua Umum Partai Golkar.
"Ya karena Komisi II dan departemen (Dalam Negeri) itu semua yang saya tahu normatif saja," tambah Setnov.
Selain
Setnov, KPK juga memeriksa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad
Nazaruddin dalam penyidikan perkara yang sama, tapi keduanya belum hadir
di gedung KPK.
Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif
pernah menyebut royek KTP-E dikendalikan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR
Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang
dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri
Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri
dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Pihak-pihak yang tampak dalam
dokumen Elza, adalah Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul
"Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang
berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.
Kotak bagan "Boss
Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak
pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana"
berisi nama (1) Mathias Mekeng senilai 500 ribu dolar AS, (2) Olly Dondo
Kambe senilai 1 juta dolar AS, dan (3) Mirwan Amir senilai 500 ribu
dolar AS.
Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR
RI yang "Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap
senilai 500 ribu dolar AS, (2) Ganjar Pranowo 500 ribu dolar AS, dan (3)
Arief Wibowo 500 ribu dolar AS.
Terakhir, kotak ketiga tanpa
judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian
Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat
Wisnu S).
Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan
mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen
Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Irman
dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64
Ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam
perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat
Anggaran (KPA).
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP
adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai
anggaran sebesar Rp6 triliun.
4 Jam Diperiksa KPK, Ini Penjelasan Novanto soal Korupsi e-KTP
semua yang disampaikan normatif saja