Jakarta (Antara Kalteng) - Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman mengaku memberikan suap kepada hakim konstirusi untuk memenangkan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.
"Menurut pendapat saya, orang yang menggugat kepada MK itu benar, jadi saya mau coba membantu, itu saja supaya dia bisa dimenangkan perkaranya," kata Basuki saat tiba di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Basuki menjadi tersangka pemberi suap 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar terkait uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Karena kalau saya lihat perkaranya sudah cukup lama tidak putus, apakah keputusan disetujui atau ditolak, baru boleh masuk dagingnya, ini belum ada persetukuan apa-apa sudah masuk sudah ada impornya," tambah Basuki.
Basuki mengaku sudah sejak Juli 2016 bertemu dengan Patrialis membahas UU Peternakan tersebut.
"Dari bulan tujuh atau delapan saya sudah bertemu dan bicara (dengan Patrialis), saya juga menyampaikan keluhan-keluhan soal peternak yang akan 'collapse' karena banyak daging India yang masuk. Saya juga impor daging dari Australia yang lebih mahal, ini juga yang mengganggu bisnis saya, hanya itu saja kepentingan saya," jelas Basuki.
Respon Patrialis menurut Basuki hanyalah mengatakan akan mempelajarinya.
"Pertama, dia (Patrialis) tidak mengerti, lalu kedua kalinya saya jelaskan lagi," ungkap Basuki.
Sedangkan mengenai pemberian uang menurut Basuki adalah keinginan orang dekat Patrialis yaitu Kamal yang telah memperkenalkan keduanya.
"Saya belum pernah bicara dengan Patrialis tentang uang, saya bicara uang dengan Kamal karena dia kenalkan saya dengan Patrialis, yang minta uang ke saya Pak Kamal walau kadang-kadang Kamal mengatakan uangnya untuk Patrialis tapi menurut saya tidak dikasih ke dia (Patrialis)," tambah Basuki.
Basuki memang bukan orang yang mengajukan uji materi dengan nomor perkara 129/PUU-XIII/2015.
Uji materi diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia.
Pasalnya, pemberlakuan zoona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.
Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Rabu (25/1) terhadap Kamaludin di lapangan golf Rawamangun, lalu di kantor Basuki di daerah Sunter hingga akhirnya Patrialis Akbar di Grand Indonesia, saat itu Patrialis bersama dengan seorang perempuan bernama Anggita.
Dalam kasus ini Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
Berita Terkait
Putusan PHPU Pilpres akan dibacakan pada 22 April pukul 9 pagi
Jumat, 19 April 2024 15:01 Wib
KPU sebut putusan PHPU adalah kewenangan hakim MK
Jumat, 19 April 2024 14:56 Wib
Gibran Rakabuming sebut soal MK biarkan berproses
Rabu, 17 April 2024 13:15 Wib
MK terima kesimpulan sidang sengketa Pilpres hari ini
Selasa, 16 April 2024 7:24 Wib
Empat menteri telah hadir di MK untuk berikan keterangan
Jumat, 5 April 2024 8:23 Wib
MKMK sebut Arief Hidayat tak terbukti melanggar kode etik
Kamis, 28 Maret 2024 13:15 Wib
Mahfud MD berharap MK selamatkan masa depan demokrasi Indonesia
Rabu, 27 Maret 2024 15:14 Wib
MK bahas keterlibatan Arsul Sani di sengketa Pemilu 2024
Jumat, 8 Maret 2024 16:51 Wib