Pegusaha Tempe Keluhkan Tingginya Harga Kedelai

id kotawaringin timur, harga kedelai, borneo, pengusaha tempe

Pegusaha Tempe Keluhkan Tingginya Harga Kedelai

Tingginya harga kedelai saat ini membuat pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu di Sampit gelisah karena biaya produksi meningkat. Mereka berharap pemerintah mencari solusi terkait masalah ini. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antara Kalteng) - Pengusaha tempe di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mengeluhkan tingginya harga kedelai karena membuat biaya produksi menjadi tinggi.

"Saat ini harganya Rp8000 per kilogramnya, padahal dulu hanya sekitar Rp6.000/Kg. Tingginya harga ini tentu sangat berpengaruh terhadap penjualan dan keuntungan kami," kata Nahroji, pengusaha tempe di Desa Pelangsian Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Sabtu.

Tingginya harga kedelai sangat berpengaruh terhadap penjualan tempe karena kacang ini menjadi bahan utama pembuatan tempe. Sementara jika harga jual dinaikkan maka bisa berdampak pada menurunnya penjualan.

Fluktasi harga tempe sering terjadi karena pasokan tempe di Sampit masih didatangkan dari daerah lain. Akibatnya, saat pasokan terhambat, harga dengan cepat naik.

Nahroji mengaku menghabiskan satu kwintal atau 100 kilogram kedelai dalam setiap kali produksi. Dari jumlah tersebut, biasanya menghasilkan sekitar 140 bungkus tempe.

Setiap produksi, dibutuhkan waktu sekitar dua hari untuk keseluruhan proses. Itu meliputi proses perebusan, peragian dan pembungkusan, hingga tempe siap dipasarkan.

"Kami memasarkan tempe ke pasar-pasar tradisional di Sampit. Kalau musim hujan seperti sekarang biasanya penjualan turun sekitar 30 persen. Saat kemarau, penjualan tinggi," kata Nahroji.

Nahroji berharap harga kedelai kembali turun sehingga kondisi kembali normal. Pedagang berharap pemerintah membantu solusi agar harga kedelai stabil, bahkan turun.