Ormas Dibubarkan Bila Bukti Pelanggaran Kuat, Ini Penjelasan Kemenko Polhukam

id kemenko polhuka, ormas dibubarkan, HTI

Ormas Dibubarkan Bila Bukti Pelanggaran Kuat, Ini Penjelasan Kemenko Polhukam

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta (Antara Kalteng) - Pemerintah hanya akan membubarkan organisasi masyarakat (Ormas) dengan bukti pelanggaran yang kuat, kata Asisten Deputi bidang Hukum Kemenko Politik Hukum dan Keamanan Heni Susila.

Pernyataan yang dikemukakan di Jakarta, Senin, itu sekaligus membantah bahwa pemerintah kelak dapat sewenang-wenang mencabut izin badan hukum suatu ormas, setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 diberlakukan.

"Dalam pasal 59 ayat 3 (b) tentang penodaan agama, pemerintah akan menggandeng Kementerian Agama untuk menentukan apakah sebuah ormas terbukti melakukan penodaan agama atau tidak," jelas Heni di Galeri Nasional, Jakarta.

Sementara itu, Kementerian Hukum dan HAM bersama Kementerian Dalam Negeri akan bertugas menentukan bukti pelanggaran ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, tuturnya pula.

"Apabila merasa keberatan, ormas dapat menempuh jalur hukum ke PTUN. Ini mengandung asas demokratis," kata Heni.

Menurut dia, keputusan pemerintah untuk mengeluarkan perppu tersebut telah melalui pertimbangan yang panjang, yang mana pertimbangan tersebut ditujukan untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara, bukan untuk "menyerang" sebuah kelompok tertentu.   
   
Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017, perubahan atas UU No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 ini dinilai tidak lagi memadai dalam mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Alasan dikeluarkannya perppu tersebut juga karena tidak adanya asas hukum "contrario actus" dalam Undang-Undang Ormas, yang mana kementerian pemberi izin ormas (Kemenkumham), kemudian juga memiliki kewenangan untuk mencabut atau membatalkannya.

Selain itu, dalam UU Ormas pengertian ajaran dan tindakan bertentangan Pancasila dirumuskan secara sempit dan terbatas pada atheisme, komunisme, marxisme dan Leninisme. Padahal sejarah di Indonesia membuktikan ajaran-ajaran lain juga bisa menggantikan atau bertentangan dengan Pancasila.

Oleh karena itu, pemerintah kemudian menerbitkan Perppu Ormas.