JPU Nilai Keterangan 2 Saksi Penuhi Pasal Dakwaan Terhada Buni Yani

id Buni Yani, 2 Saksi Penuhi Pasal Dakwaan Terhada Buni Yani, UU ITE

JPU Nilai Keterangan 2 Saksi Penuhi Pasal Dakwaan Terhada Buni Yani

Buni Yani (ANTARA News / Sella Panduarsa Gareta)

Bandung (Antara Kalteng) - Jaksa penuntut umum (JPU) menilai keterangan dari dua saksi yang dihadirkan dalam sidang ke enam kasus dugaan pelanggaran UU ITE yakni Nong Darol Mahmada dan Guntur Romli telah memenuhi pasal dakwaan terhadap Buni Yani.

"Dua saksi ini kan saksi pertama Nong dan Guntur yang menerima akun facebook terdakwa, sehingga menurut kami pasal 28 dan 32 sangat mendukung sekali," ujar JPU Andi M. Taufik ditemui usai persidangan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Selasa.

Dalam sidang keenam kasus dugaan pelanggaran UU ITE yang menjerat Buni Yani, JPU menghadirkan saksi untuk memberikan keterangan terkait asal mula kegaduhan yang menyebabkan Basuki Tjahaja Purnama harus mendekam di penjara.

Andi mengatakan, dakwaan saksi yang dihadirkan mendukung dakwaan dari JPU bahwa Buni Yani telah melanggar pasal 28 tentang penyebaran kebencian dan pasal 32 tentang mengubah, menambah, atau mengurangi video.

Menurutnya, Buni Yani telah terbukti menyebarkan postingan video Ahok melalui akun facebooknya. Sehingga mengakibatkan terjadinya gelombang protes dari masyarakat. 

Selain itu, ia juga telah terbukti memposting video yang hanya berdurasi 30 detik, sementara video aslinya berdurasi satu jam 48 menit 33 detik.

"Karena sudah diakui juga oleh terdakwa, yang dijelaskan oleh dua saksi ini mengatakan kami menerima langsung akun facebook dari terdakwa dibenarkan juga oleh terdakwa," kata dia.

Namun untuk memperkuat dakwaannya, ia menyebut masih terdapat empat saksi fakta yang akan dihadirkan dalam persidangan selanjutnya.

Meski begitu, pihak Buni Yani menolak sangkaan JPU terutama mengenai pasal 32. Kuasa hukum Aldwin Rahadian menyebut kliennya tidak pernah memotong video pidato Ahok.

Bahkan dari video yang ditampilkan JPU di dua kali persidangan, kata dia, terdapat perbedaan judul serta tidak ada dalam berkas BAP barang bukti.

"Saksi pertama memberikan bukti dari Pemprov (DKI Jakarta) videonya. Ketika di cek ke orang Pemprov-nya ternyata dia tidak mengakui bahwa itu bukan dari Pemprov karena judulnya juga tentang penistaan agama," kata dia.

"(Video kedua) tidak ada dalam bukti barang bekas 21 Juni. Setelah kami kritisi, dan itu tidak ada keterangan. Harusnya yang sudah ada dalam barang bukti, ini tidak fair," tambahnya.