LSM Menilai Pergub Bertentangan Dengan SE Dirjen Minerba

id Aktivis LSM Sekoci Barito Utara, Iksan, SE Dirjen Minerba

LSM Menilai Pergub Bertentangan Dengan SE Dirjen Minerba

Sebuah tongkang bermuatan ribuan ton batu bara berlayar di Sungai Barito di wilayah Barito Utara. (Foto Antarakalteng/Kasriadi)

Muara Teweh (Antara Kalteng) - Aktivis LSM menilai, Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah tentang petunjuk pelaksana penerimaan dan pengelolaan sumbangan pihak ketiga, perusahaan diminta menyetor dana sesuai kalori batu bara dinilai bertentangan dengan Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara tertanggal 14 Pebruari 2012.

"Kami minta surat peraturan gubernur Kalteng itu ditinjau ulang kembali atau dicabut karena bertentangan dengan aturan yang ada," kata Aktivis LSM Sekoci Barito Utara, Iksan di Muara Teweh, Kamis.

Dalam surat Pergub Kalteng Nomor 27 tahun 2017 tanggal 31 Juli 2017 itu perusahaan tambang batu bara memberikan sumbangan kepada Pemprov kalteng sesuai kalori batu bara yakni kalori tinggi (lebih 6.100 kilo kalori per kilogram) sebesar Rp50 ribu per metrik ton, kalori sedang (5.100 - 6.100 Kkal/Kg) Rp30 ribu/MT dan kalori rendah Rp15.000/MT.

Kemudian nilai sumbangan direvisi yaitu kalori rendah menjadi Rp7.500, kalori sedang Rp15 ribu, dan kalori tinggi Rp26 ribu.

"Hal itu sangat bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi sehingga Pergub tersebut sebaiknya ditarik kembali," katanya.

Dia menjelaskan, dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM Thamrin Sihite (saat itu) pada 14 Februari 2012 Nomor : 03.E/30/DJB/2012 menyatakan bahwa sehubungan dengan terbitnya Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota tentang Pungutan Sumbangan Pihak Ketiga.

SE Dirjen Minerba tersebut menerangkan bahwa para gubernur, bupati, dan walikota dilarang keras untuk memungut sumbangan dari pemegang IUP, KK, PKP2B di wilayah pemerintahan masing-masing. Dan akibat pungutan itu maka telah menimbulkan beban biaya ekonomi tinggi karena adanya pungutan sumbangan pihak ketiga yang wajib dibayar oleh pemegang IUP, KK, dan PKP2B untuk setiap penjualan komoditas tambangnya.

Masih dalam SE Dirjen Minerba, Perda tentang Pungutan Sumbangan Pihak Ketiga tersebut bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Pasal 125 ayat (5) UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Pasal 158 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

"Berdasarkan penjelasan tersebut diatas dan menindaklanjuti Action Plan atas Hasil Kajian Kebijakan Pengusahaan Batubara di Indonesia antara KPK dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, maka diminta kepada Saudara gubernur, bupati, dan walikota di seluruh Indonesia agar tidak memungut sumbangan pihak ketiga kepada para pemegang IUP, KK, dan PKP2B," jelas dia.

Terbitnya Pergub Kalteng itu berdampak pada para pengusaha batu bara di Kabupaten Barito Utara "menjerit", karena produksi pertambangan batu bara di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito terhambat.

Pemicunya, seluruh dokumen produksi perusahaan batu bara ditahan Pemprov Kalteng. Sebab, Pemprov Kalteng menginginkan sumbangan besar dari perusahaan batu bara.

"Semestinya bantuan pihak ketiga secara sukarela. Tetapi kali ini dipatok. Pungutan itu sangat memberatkan karena satu tongkang dipungut rata-rata Rp250 juta," ujar seorang pengusaha tambang yang minta diinisialkan sebagai KA.