Anak Orangutan Ditemukan Warga di Kebun Sawit

id sampit, kotim, sawit, Warga Temukan Anak Orangutan

Anak Orangutan Ditemukan Warga di Kebun Sawit

BKSDA Kalteng menerima anak orangutan yang diserahkan warga Kotim, Minggu (1/10/17). (Foto BKSDA)

Sampit (Antara Kalteng) - Warga Desa Eka Bahurui Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng, ketika sedang memanen kelapa sawit, menemukan anak orangutan yang terpisah dari induknya.

"Tadi anak orangutan itu sudah diserahkan kepada kami. Selanjutnya kami bawa ke kantor di Pangkalan Bun, kemudian diobservasi sebelum dinyatakan siap dilepasliarkan di Suaka Margasatwa Lamandau," kata Komandan Pos Jaga Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Tengah di Sampit, Muriansyah di Sampit, Minggu.

Anak orangutan berjenis kelamin jantan berusia sekitar dua tahun itu dalam kondisi sehat. Serah terima disaksikan aparatur desa dan lembaga swadaya masyarakat yang memberi perhatian serius terhadap penyelamatan orangutan.



Awalnya anak orangutan itu ditemukan warga bernama Ufik, saat dia memanen kelapa sawit di belakang Desa Eka Bahurui pada Maret lalu. Ufik merasa kasihan dan membawa anak orangutan itu pulang ke rumah dan sempat merawatnya.

September lalu, Ufik berangkat bekerja ke Banjarmasin, kemudian anak orangutan itu diserahkan kepada sepupunya bernama Saprudin. Saprudin kemudian melaporkan keberadaan anak orangutan itu kepada aparatur desa, yang kemudian menyarankan menyerahkannya ke BKSDA.

"Setelah serah terima pak Saprudin, kami juga memberikan pengarahan tentang satwa liar yang dilindungi, khususnya orangutan. Harapannya agar masyarakat juga turut menjaga kelestarian satwa dilindungi tersebut," kata Muriansyah.

Baca: Warga Serahkan Anak Orangutan BKSDA Kotim

Ini merupakan orangutan ke-9 yang diserahkan warga kepada BKSDA di Sampit sepanjang 2017 ini. Total ada 18 satwa dilindungi yang sudah diserahkan warga Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan kepada BKSDA Sampit, yakni jenis orangutan, beruang madu, owa-owa, elang dan buaya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5/1990 Pasal 21 menyebutkan, siapa saja yang memelihara, memburu, memperjualbelikan, dan menyelundupkan orang utan, owaowa, kukang, beruang, dan satwa liar yang dilindungi lainnya, akan dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Masyarakat disarankan tidak memelihara orangutan karena satwa bernama latin "pongo pygmaeus" itu dapat menularkan penyakit kepada manusia, seperti TBC, hepatitis A, B dan C, herpes, tifus, malaria, diare dan influenza. Selain itu, orang utan rentan mati jika dipelihara warga.