Jaksa Penuntut Umum Tolak Nota Pembelaan Buni Yani

id Nota Pembelaan Buni Yani, jaksa penuntut tolak peledoi buni yani

Jaksa Penuntut Umum Tolak Nota Pembelaan Buni Yani

Buni Yani. (ANTARA News/Sella Panduarsa Gareta)

Bandung (Antara Kalteng) - Jaksa Penuntut Umum menolak nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikan tim kuasa hukum Buni Yani dalam sidang lanjutan kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Membantah atas pledoi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa. Intinya kami tidak menerima apa yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa, sehingga kami bersikukuh pada tuntuan kami," kata jaksa Andi M. Taufik pada Selasa di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, tempat sidang berlangsung.

Dalam nota pembelaannya, tim kuasa hukum Buni Yani menganggap dakwaan jaksa penuntut umum cacat. 

Andi mengatakan hakim menanggap sah dakwaan tersebut. Dakwaan jaksa, menurut dia, juga sudah diperkuat dengan bukti-bukti.

"Alat bukti-bukti yang ada uraiannya dengan unsur pidana menurut mereka (penasihat hukum) tidak terbukti. Tapi menurut kami dengan saksi, surat petunjuk, ahli, dan terdakwa juga mengakui itu memang dari handphone-nya terdakwa. Apa lagi yang harus diragukan," katanya.

Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, mengatakan bantahan setebal 22 halaman yang disampaikan jaksa penuntut umum terhadap pleidoi kliennya hanya mengulang isi dakwaan dan tuntutan yang telah dibacakan sebelumnya.

"Isinya mengulang apa yang mereka sampaikan melalui tuntutan dan dakwaan. Jadi sangat normatif, jadi intinya menolak saja tanpa ada argumentasi dan dasar hukum atas pleidoi yang kita sampaikan," kata dia.

Sidang perkara itu akan dilanjutkan Selasa (31/10) dengan agenda penyampaikan tanggapan terdakwa mengenai pernyataan jaksa hari ini.

Jaksa menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp100 juta  subsider tiga bulan kurungan kepada Buni Yani karena menilai dia terbukti melanggar pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Buni Yani menjadi terdakwa perkara itu karena mengunggah ke media sosial video pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, ketika dia menyebut adanya orang yang menggunakan Alquran Surah Al Maidah 51 untuk tujuan tertentu. Penyebaran video itu memicu protes dan demonstrasi besar.

Ahok kemudian dinyatakan bersalah melakukan penistaan agama dan dihukum dua tahun penjara karena pidato itu.