Nilai Tukar Nelayan Kalteng Tinggi Selama Oktober

id BPS Kalteng, Kepala BPS Kalteng Hanif Yahya, Nilai Tukar Nelayan Kalteng Tinggi, nelayan

Nilai Tukar Nelayan Kalteng Tinggi Selama Oktober

Ilustrasi - Nelayan di pesisir Seruyan, Kalimantan Tengah tidak berani melaut dan banyak menyandarkan kapalnya di pinggir Pasar Sayur dan Ikan Kuala Pembuang. (Foto Antara Kalteng/Fahrian Adriannoor)

Palangka Raya (Antara Kalteng) - Badan Pusat Statistik mencatat nilai tukar nelayan selama Oktober 2017 cukup tinggi yakni mencapai 114,11 persen atau meningkat 0,11 poin dibandingkan September 2017 yang hanya sebesar 114 persen.

Kenaikan ini dipengaruhi selisih penurunan indeks harga diterima petani sebesar 0,24 poin atau masih lebih tinggi dibandingkan turunnya harga yang harus dibayar petani sekitar 0,33 point, kata Kepala BPS Kalteng Hanif Yahya di Palangka Raya, Sabtu.

"Turunnya indeks harga diterima petani terutama disebabkan merosotnya indeks harga perikatan tangkap di perairan umum 1.18 poin, sebaliknya prospek harga perikanan tangkap di laut justru meningkat 0,23 poin," ucapnya.

Nilai tukar perikanan budidaya di provinsi berjuluk "Bumi Tambun Bungai-Bumi Pancasila" ini selama Oktober lebih rendah dibandingkan perikanan tangkap. Meskipun perikanan tangkap relatif lebih rentan terhadap cuaca dan musim, namun dianggap lebih menguntungkan dibandingkan perikanan budidaya.

Hanif mengatakan kendati nilai tukar perikanan budidaya masih di bawah 100 persen, namun terjadi peningkatan sebesar 0,99 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Indeks harga diterima petani pada perikanan budidaya cukup tinggi, yani 120,93 persen, tetapi diikuti lebih tingginya harga dibayar yang mencapai 124,59 persen.

"Kenaikan indeks harga diterima petani pada perikanan budidaya terutama berasal dari meningkatnya harga perikanan budidaya air tawar sebesar 0,81 poi. Sedangkan penurunan indeks harga yang harus dibayar dipenguruhi menurunnya indeks harga KRT sebesar 0,66 poin," bebernya.

Berdasarkan data BPS, nilai subsektor perikanan selama Oktober 2017 mencapai 108,23 persen. Nilai ini merupakan yang tertinggi dibandingkan subsektor tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat dan peternakan.

"Kontribusi nilai tukar ini terutama berasal dari perikanan tangkap yang mencapai 114,11 persen dan perikanan sebesar 97,14 persen," demikian Hanif.