Sampit (Antara Kalteng) - Terpidana korupsi pengadaan alat kesehatan RSUD dr Murjani Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, dr Yuendri Irawanto mengaku galau atau gelisah diperlakukan berbeda dari rekannya sesama terpidana yang dapat remisi.
Kegelisahan Yuendri terkait ketidakjelasan remisinya itu diungkapkan kepada Humas Kanwil Kemenkum dan HAM Kalteng yang sedang melakukan monitoring ke Lapas Sampit seperti dimuat di portal www.kalteng.kemenkumham.go.id, Senin.
Mengutip laman tersebut, Yuendri menyampaikan perasaan galaunya karena remisi yang didapatkannya selama 15 bulan belum ada kejelasan. Padahal jumlahnya cukup signifikan untuk mengurangi masa tahanannya.
Yuendri telah memenuhi syarat seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, sehingga seharusnya dia juga mendapat remisi yang sama seperti yang didapatkan Ratna.
Selama ini Yuendri telah mengabdikan dirinya selama tiga tahun sembilan bulan sebagai dokter yang memberikan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma kepada warga binaan, pegawai dan keluarga Lapas Klas II B Sampit karena Lapas belum memiliki dokter tetap.
Saat ini Yuendri menjalani asimilasi dengan mengabdikan diri di Palang Merah Indonesia Cabang Sampit. Dulu, dokter yang pernah meraih penghargaan sebagai dokter teladan itu punya andil besar dalam pembentukan organisasi sosial itu di Sampit.
"Ini kewenangannya di pusat. Kalau saya ada kewenangan, pasti saya kasih (remisi). Kami juga mempertanyakan tapi belum ada jawaban. Kami berusaha semaksimal mungkin," kata Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sampit, Muhammad Khaeron saat dikonfirmasi di Sampit, Senin.
Kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD dr Murjani Sampit senilai Rp20 miliar, menjerat empat orang yang dianggap terlibat yaitu Asep Aan Apriadi merupakan direktur PT Sanjico Abadi pemenang lelang proyek, Erliana merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan.
dr Yuendri Irawanto yang saat itu menjabat Direktur RSUD dr Murjani Sampit dan dr Ratna Yuniarti, mantan Direktur RSUD dr Murjani Sampit.
Yuendri lebih dulu ditahan dan divonis pidana lebih ringan dibanding Ratna, namun Yuendri harus menjalani masa pidana lebih lama dibanding Ratna.
Hal itu terjadi karena remisi Yuendri tidak dihitung dalam pertimbangan pembuatan surat keputusan tentang asimilasi kerja sosial dan pembebasan bersyarat oleh Kementeriam Hukum dan HAM.
Yuendri dipidana lima tahun enam bulan dan ditahan sejak 20 Januari 2014, kemudian menjalani asimilasi kerja sosial sejak 17 September 2017. Dia akan menjalani pembebasan bersyarat mulai 18 Agustus 2018 nanti.
Menariknya, Ratna Yuniarti yang divonis lebih lama yakni pidana enam tahun dan ditahan sejak 27 Januari 2014, kemudian menjalani asimilasi sejak 30 Mei 2017, mendapat remisi 15 bulan. Ratna akan menjalani pembebasan bersyarat mulai 15 Februari 2018.
"Belum keluar (remisi untuk Yuendri). Mudah-mudahan cepat keluar. Kalau untuk Bu Ratna sudah keluar. Kami juga mempertanyakan punya Pak Yuendri," kata Khaeron.
Berita Terkait
Menkes: Ketersediaan alkes 100 persen produksi dalam negeri
Sabtu, 20 Agustus 2022 12:50 Wib
Komplotan investasi bodong alkes diamankan polisi
Rabu, 8 Juni 2022 15:01 Wib
Polisi bongkar kasus pengadaan alkes fiktif Rp30 miliar
Rabu, 26 Januari 2022 19:52 Wib
Bareskrim Polri terapkan TPPU dalam kasus penipuan investasi Alkes
Rabu, 19 Januari 2022 22:23 Wib
Bareskrim Polri buka posko aduan kasus penipuan investasi alkes
Senin, 20 Desember 2021 19:46 Wib
Kerugian korban penipuan investasi alkes capai Rp1,2 triliun
Jumat, 17 Desember 2021 20:15 Wib
Atase Pertahanan Singapura beri bantuan alkes untuk penanganan COVID-19 di Indonesia
Kamis, 26 Agustus 2021 15:03 Wib
Terbukti korupsi pengadaan alkes, Tubagus Chaeri Wardana dituntut 6 tahun penjara
Selasa, 30 Juni 2020 14:12 Wib