Ada Perlakuan Berbeda Terpidana Korupsi di LP Sampit?

id LP sampit, terpidana korupsi, Muhammad Rifqi Nasrullah, rsud murjani

Ada Perlakuan Berbeda Terpidana Korupsi di LP Sampit?

Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. (Istimewa)

Sampit (Antara Kalteng) - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia diminta menyelidiki perlakuan berbeda yang dialami terpidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng.

"Akan lebih baik dengan adanya kejadian ini, Ditjen Pemasyarakatan turun menyelidiki persoalan terkait pemberian remisi di Lapas Sampit. Jangan sampai muncul prasangka, ada permainan pada pemberian remisi untuk narapidana. Jangan sampai ada yang menduga bahwa kalau ada uangnya diproses, tidak ada uangnya diendapkan atau tidak diproses," kata Muhammad Rifqi Nasrullah, seorang praktisi hukum di Sampit, Kamis.

Rifqi angkat bicara terkait perlakuan berbeda yang diterima mantan Direktur RSUD dr Murjani Sampit yakni dr Yuendri Irawanto. Remisi Yuendri tidak dihitung, sedangkan rekannya sesama mantan Direktur RSUD dr Murjani Sampit yang juga terbelit kasus yang sama yakni dr Ratna Yuniarti, mendapat remisi 15 bulan, padahal Ratna divonis lebih berat dibanding Yuendri.

Rifqi menilai masalah ini bisa mengarah pada bentuk maladministrasi. Bahkan lebih parah lagi, kasus ini menurutnya, sudah melanggar hak dasar narapidana untuk mendapatkan pengurangan masa pemidanaan.

Rifqi khawatir diabaikannya hak remisi Yuendri, lantaran tidak diurus dengan baik oleh pejabat berwenang, padahal Yuendri berhak mendapatkan remisi, apalagi Yuendri berperilaku baik dan mengabdi memberikan pelayanan kesehatan di lembaga pemasyakatan. Jika itu yang terjadi, maka bisa kategorikan sebagai maladministrasi.

Kejadian ini harus ditelusuri dan disikapi secara serius. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia beserta jajaran harus menunjukkan kepada masyarakat bahwa tidak ada "permainan" dan diskriminasi dalam pemberian remisi terhadap narapidana.

"Kalau ternyata kemudian hak remisi berupa pembebasan bersyarat itu tidak diterima oleh Pak Yuendri karena kelalaian pihak Lapas, maka ini harus menjadi perhatian dan perlu dilaporkan ke Ombudsman dan Kementerian Hukum dan HAM, bahkan Komnas HAM," tegas Rifqi.

Rifqi menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman, disebutkan maladministrasi sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian meteriil dan atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD dr Murjani Sampit senilai Rp20 miliar, menjerat empat orang yang dianggap terlibat. Yakni Asep Aan Apriadi merupakan direktur PT Sanjico Abadi pemenang lelang proyek, Erliana merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan, dr Yuendri Irawanto yang saat itu menjabat Direktur RSUD dr Murjani Sampit dan dr Ratna Yuniarti, mantan Direktur RSUD dr Murjani Sampit.

Yuendri lebih dulu ditahan dan divonis pidana lebih ringan dibanding Ratna, namun Yuendri harus menjalani masa pidana lebih lama dibanding Ratna. Hal itu terjadi karena remisi Yuendri tidak dihitung dalam pertimbangan pembuatan surat keputusan tentang asimilasi kerja sosial dan pembebasan bersyarat oleh Kementeriam Hukum dan HAM.

Yuendri dipidana lima tahun enam bulan dan ditahan sejak 20 Januari 2014, kemudian menjalani asimilasi kerja sosial sejak 17 September 2017. Dia akan menjalani pembebasan bersyarat mulai 18 Agustus 2018 nanti. Jika remisi 15 bulan dihitung seperti diterima Ratna, seharusnya Yuendri sudah bebas pada Agustus 2017 lalu.

Menariknya, Ratna Yuniarti yang divonis lebih lama yakni pidana enam tahun dan ditahan sejak 27 Januari 2014, kemudian menjalani asimilasi sejak 30 Mei 2017, mendapat remisi 15 bulan. Ratna akan menjalani pembebasan bersyarat mulai 15 Februari 2018 nanti.

Kegelisahan Yuendri terkait ketidakjelasan remisinya itu diungkapkannya kepada humas Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kalimantan Tengah yang sedang melakukan monitoring ke Lembaga Pemasyakatan Klas II B Sampit beberapa waktu lalu. Curahan hati Yuendri itu kemudian dimuat di www.kalteng.kemenkumham.go.id yang merupakan laman resmi milik

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kalimantan Tengah.

Kepala Lapas Klas II B Sampit, Khaeron mengatakan, pihaknya sudah mengusulkan remisi Yuendri sesuai aturan. Namun dia mengaku tidak mengetahui penyebab remisi terhadap Yuendri tidak dihitung karena masalah itu merupakan kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Khaeron menegaskan, dirinya tidak pernah sama sekali berniat menahan atau menunda pengusulan dan penyampaian remisi. Bahkan jika ada masalah administrasi yang perlu dilengkapi, pihaknya siap menyempurnakannya agar warga binaan mendapatkan hak remisinya.