Pajak Sarang Walet di Kotim Diturunkan

id Pemkab Kotim, Marjuki, Pajak Sarang Walet, pajak

Pajak Sarang Walet di Kotim Diturunkan

Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kotim, Marjuki. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, berencana menurunkan nilai pajak sarang burung walet agar kesadaran pengusaha membayar pajak daerah semakin meningkat.

"Selama ini pajak yang diberlakukan sebesar 10 persen dari setiap sarang yang dipanen, Tetapi dalam peraturan daerah yang baru nanti diusulkan pajak daerahnya diturunkan menjadi 5 persen. Mudah-mudahan nanti makin banyak yang sadar membayar pajak," kata Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kotawaringin Timur, Marjuki di Sampit, Rabu.

Budi daya sarang burung walet menjadi salah satu usaha yang diminati masyarakat di Kotawaringin Timur. Diperkirakan ada seribu lebih bangunan budi daya sarang walet yang tersebar di 17 kecamatan.

Saat ini yang sudah terdata, khususnya di kawasan kota, ada 347 buah bangunan. Dari jumlah tersebut, baru 163 bangunan yang hasil panennya dibayarkan pajak oleh pemiliknya.

Pendapatan asli daerah dari sektor ini pada 2017 lalu awalnya hanya ditarget Rp100 juta, kemudian pada pertengahan tahun dinaikkan menjadi Rp220 juta. Realisasi pendapatan pajak daerah sarang walet di akhir 2017 ternyata mampu mencapai Rp350 juta.

Marjuki mengakui, sulit untuk mendata secara pasti berapa banyak sarang walet yang dihasilkan setiap bangunan. Sambil mencari pola penghitungan yang tepat, saat ini pihaknya hanya berpegang pada kejujuran para pengusaha.

Rencana penurunan pajak sarang walet diharapkan mampu menggugah hati para pengusaha untuk membayar pajak daerah. Pemerintah daerah juga melakukan pendekatan kepada asosiasi pengusaha sarang burung walet untuk mengimbau para pengusaha agar mau membayar pajak daerah karena dana yang terkumpul digunakan untuk pembangunan dan kepentingan masyarakat.

Sesuai aturan, mengambil dan menguasai sarang burung walet dikenakan pajak. Sedangkan masalah legalitas bangunan, menjadi wewenang satuan organisasi perangkat daerah lainnya.

"Bagi yang tidak membayar pajak maka ada sanksi denda 2 persen dari 10 persen pajak yang ditetapkan, kalau kurang bayar. Target kami, realisasi pajak daerah dari sarang walet pada 2018 ini minimal sama dengan tahun lalu karena nilai pajak diturunkan," kata Marjuki.

Untuk meningkatkan pendapatan pajak daerah sarang burung walet, Badan Pengelola Pendapatan Daerah terus melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada pengusaha agar mau membayar pajak. Pendataan bangunan budi daya saranga walet juga juga terus dilakukan bekerjasama dengan pemerintah kecamatan.

Marjuki berharap rancangan peraturan daerah tentang retribusi daerah dan pajak daerah, segera disahkan. Peraturan daerah tersebut akan menjadi dasar bagi pihaknya untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah.

Budi, salah seorang pembudi daya sarang walet merespons positif rencana penurunan pajak sarang walet. Dia berharap kebijakan itu juga disosialisasikan lagi agar diketahui masyarakat.

"Kalau pajaknya tidak terlalu besar, saya yakin banyak yang rela dan dengan kesadaran sendiri membayar pajak. Selain itu, saya rasa banyak pula masyarakat yang belum mengetahui soal pajak sarang walet, apalagi mereka yang tinggal di kecamatan-kecamatan," kata Budi.

Budi daya sarang walet sangat diminati masyarakat karena hasilnya sangat menjanjikan. Saat harga tinggi, sarang walet dihargai di atas Rp18 juta per kilogram sehingga makin banyak yang tertarik berinvestasi di bidang ini.