BPN Kalteng terapkan teori 'makan bubur' dalam PTSL

id BPN Kalteng, PTSL,TORA

BPN Kalteng terapkan teori 'makan bubur' dalam PTSL

Kepala Kantor BPN Provinsi Kalteng, Pelopor. (Foto Antara Kalteng/Rendhik Andika)

Palangka Raya (Antaranews Kalteng) - Belum ditetapkannya rencana tata ruang wilayah provinsi Kalimantan Tengah membuat Badan Pertanahan Nasional setempat terpaksa menggunakan teori `makan bubur` dalam melaksanakan dan merealisasikan target program pendaftaran tanah sistematik lengkap (PTSL).

"Teori 'makan bubur itu kan terlebih dahulu dimakan yang dingin. Jadi, kita mendahulukan membuat sertifikat terhadap bidang tanah yang posisinya berada di alokasi penggunaan lain (APL)," kata Kepala Kanwil BPN Kalteng, Pelopor di Palangka Raya, Selasa (5/6) malam.

Sedangkan bidang tanah yang didaftarkan ke PTSL namun posisinya di kawasan hutan, maka nantinya akan dimasukkan dalam program tanah objek reformasi agraria (TORA). Hal itu harus dilakukan karena pada tahun 2018 BPN Kalteng diberi target 140 ribu bidang tanah diberikan sertifikat melalui program PTSL.

Pelopor mengatakan, target tersebut tiga bahkan empat kali lipat dari biasanya BPN Kalteng dalam mensertifikatkan bidang tanah. Untuk itu, bidang tanah yang disertifikatkan melalui program PTSL benar-benar berada di APL dan tidak bermasalah serta sesuai ketentuan.

"Bidang tanah yang didaftarkan dalam program PTSL tidak harus disertifikatkan. Pihak yang berhak mendapatkan program PTSL ini sesuai persyaratan karena disubsidi pemerintah, tidak sedang bermasalah, dan bukan milik badan hukum," ucapnya.

Apabila masyarakat Kalteng yang ingin mendaftarkan tanahnya dalam program PTSL, maka harus jelas dan disepakati batas tanah dengan di sebelahnya, surat tanah dan identitas diri serta bukti pembayaran PBB dipersiapkan dan diserahkan kepada BPN setempat.

Kepala Kanwil BPN Kalteng ini mengingatkan masyarakat tidak perlu mempersiapkan hal aneh-aneh diluar yang telah ditentukan dan gratis. Biaya operasional untuk mengurus berbagai hal terkait program PTSL ini sepenuhnya disediakan dan ditanggung oleh negara.

"Terkecuali jika terkena Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), maka diwajibkan membayar ke Kantor Dinas Pendapatan Daerah setempat. Tapi, itu bisa dibayar nanti pada saat melakukan aktivitas, baik itu jual beli maupun pengajuan kredit, tidak perlu langsung," beber Pelopor.

Mengenai adanya masyarakat yang kesulitan mengurus surat keterangan tanah (SKT), maka dipersilahkan membuat pernyataan sesuai format BPN. Inti dari pernyataan tersebut adalah benar-benar miliknya, telah dikuasasi sekian lama secara terus-menerus, tidak ada sengketa dengan pihak lain, dan jika pernyataan tersebut tidak benar bersedia dituntut secara hukum perdata, pidana maupun administrasi negara dan hak kepemilikan dapat dicabut.

"Pernyataan tersebut ditandatangani oleh pemilik tanah dan saksi yang bukan keluarga dua derajat ke samping kiri, kanan, atas dan bawah. Jika ada oknum BPN yang meminta uang kepada masyarakat, akan dikenakan sanksi administrasi hingga pidana," demikian Pelopor.