Nasib penambang emas tradisional di Kotim memprihatinkan

id Nasib penambang emas tradisional di Kotim memprihatinkan,Lentera Kartini,Forisni Aprilista

Nasib penambang emas tradisional di Kotim memprihatinkan

Aktivis perempuan yang tergabung dalam LSM Lentera Kartini menggelar pertemuan dengan pengurus Aspera Kalteng serta instansi terkait, membahas kondisi penambang emas tradisional di Kotim, Senin (6/8/2018). (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah diminta meningkatkan perhatian kepada penambang emas tradisional karena kondisi kehidupan mereka yang memprihatinkan.

"Tidak hanya dari penghasilan yang minim dan tidak menentu, kondisi sosial, kesehatan dan pendidikan anak mereka juga memprihatinkan. Perlu perhatian serius kita semua, terlebih pemerintah daerah melalui masing-masing instansi terkait," kata Ketua Lentera Kartini, Forisni Aprilista di Sampit, Senin.

Lentera Kartini merupakan lembaga swadaya masyarakat yang selama ini konsen terhadap permasalahan perlindungan perempuan dan anak. Tidak hanya di perkotaan, mereka juga menjangkau kawasan pelosok, termasuk di areal pertambangan tradisional.

Saat ini Lentera Kartini fokus mendampingi penambang tradisional di wilayah pertambangan rakyat Pudu Jaya Desa Bukit Harapan Kecamatan Parenggean. Wilayah pertambangan rakyat itu diresmikan pemerintah daerah pada 22 Mei 2015 lalu.

Di lokasi penambangan yang diamati tersebut, ada 168 anggota koperasi penambang, termasuk 40 penambang perempuan. Mereka mayoritas pendatang dari Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Untuk melakukan pendampingan ini, Lentera Kartini bekerja sama dengan Artisanal Gold Council (AGC) dalam program Program Emas Rakyat Sejahtera (PERS) yang didanai oleh Global Affairs Canada (GAC).

Forisni atau akrab disapa Lis, memyebutkan, penambang tradisional Pudu Jaya umumnya tinggal di rumah yang tidak layak. Puluhan perempuan ikut menambang untuk membantu menambah penghasilan keluarga, maupun karena menjadi tulang punggung keluarga untuk menafkahi anak mereka.

Mereka harus bersentuhan dengan zat berbahaya seperti merkuri dan sianida karena mereka berendam di air berjam-jam di air yang sudah tercemar tersebut. Saat ini sudah banyak yang menderita penyakit kulit dan kuku, diduga akibat pengaruh zat berbahaya tersebut.

Penghasilan mereka masih minim yakni berkisar antara Rp300 ribu hingga Rp900 ribu per bulan. Penghasilan tidak menentu karena tergantung nilai emas yang berhasil didapat.

Masalah lain, para penambang banyak yang belum memiliki administrasi kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk elektronik, akta kelahiran, kartu keluarga, buku nikah dan lainnya. Padahal dokumen kependudukan itu sangat penting untuk mendapatkan jaminan kesehatan secara gratis, hak pilih dan kemudahan lainnya.

"Saat ini ketika sakit, mereka harus berobat ke puskesmas atau rumah sakit dan harus mengeluarkan biaya untuk transportasi dan obat. Bayangkan, mereka harus menghabiskan sampai Rp150.000, padahal mereka ada yang hanya berpenghasilan Rp300.000 per bulan," kata Forisni.

Masalah lain yang ditemukan adalah pernikahan muda dan melahirkan di usia muda. Hal itu perlu menjadi perhatian karena meyangkut masa depan keluarga dan kualitas generasi penerus.

Terkait masalah-masalah tersebut, Lentera Kartini sudah berkoordinasi dan menyerahkan hasil pendataan kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil agar bisa membantu penambang. Pihaknya juga meminta Dinas Kesehatan melakukan kunjungan rutin dan mengupayakan jaminan kesehatan bagi penambang.

Untuk membantu penambang, saat ini sudah tiba di Pelabuhan Bagendang berupa mesin pengolah emas ramah lingkungan. Mesin tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesehatan karena penambang tidak perlu lagi terkontaminasi merkuri.

Ketua Asosiasi Penambangan Rakyat Kalimantan Tengah, Kaji Kelana Usop mengatakan, pertambangan emas skala kecil (PESK) membawa manfaat bagi masyarakat dan daerah. Pemerintah harus hadir membina agar penambang tradisional bisa beraktivitas sesuai aturan, aman dan membawa manfaat besar.

"Pemerintah daerah tentu harus turun tangan membantu, bukan sekadar memberi izin. Misalnya dengan mengarahkan pada industri kerajinan agar memberi nilai tambah yang besar sehingga produksi yang dihasilkan bukan melulu dalam bentuk emas mentah, tetapi dalam bentuk perhiasan," kata Kaji.

Sementara itu, perwakilan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kotawaringin Timur, Muhammad Kursani berjanji pihaknya akan membantu pengurusan administrasi kependudukan para penambang. Pihaknya akan menindaklanjuti data penambang yang sudah diserahkan Lentera Kartini.

"Mudah-mudahan tidak ada kendala dalam kita membantu mereka. Yang sering kami hadapi itu adalah tidak adanya surat keterangan pindah dari daerah asal sehingga membutuhkan waktu untuk mengurusnya," kata Kursani.