Artikel - Peluang dan tantangan di era gelombang digital

id dunia digital, internet,e-commerce

Artikel - Peluang dan tantangan di era gelombang digital

Ilustrasi, (Istimewa)

Jakarta (Antaranews Kalteng) - Gelombang digitalisasi membawa perubahan dalam dunia bisnis, pekerjaan dan pemerintah.

Revolusi digital juga membantu arus informasi dan memfasilitasi tumbuhnya negara-negara berkembang yang mampu mengambil keuntungan dari peluang baru ini.

Teknologi digital dapat meningkatkan inklusi, efisiensi, dan inovasi. Lebih dari 40 persen orang dewasa di Afrika Timur membayar tagihan utilitas mereka menggunakan ponsel.

Ada delapan juta pengusaha di China -- sepertiganya perempuan -- yang menggunakan platform e-commerce untuk menjual barang secara nasional dan mengekspor ke 120 negara.

Dalam lima tahun, India telah menyediakan identifikasi digital yang unik kepada hampir satu miliar orang, serta menambah akses dan mengurangi korupsi layanan umum. Dan pada pelayanan kesehatan masyarakat, SMS sederhana telah terbukti efektif dalam mengingatkan penderita HIV untuk mengonsumsi obat yang dapat menyelamatkan nyawa mereka, menurut Bank Dunia.

Di saat internet, telepon seluler (ponsel) dan teknologi digital lainnya menyebar dengan cepat di seluruh negara berkembang, namun pertumbuhan, pekerjaan dan layanan publik masih tertinggal, terutama di negara-negara berkembang.

Sebanyak 60 persen penduduk dunia masih tertinggal dari ekonomi digital yang terus berkembang.

Pricewaterhouse Coopers (PwC) merilis laporan berdasarkan survei pada 10.000 orang di Asia, Eropa, Inggris dan Amerika Serikat tentang perubahan dunia kerja di masa mendatang dan bagaimana perubahan tersebut akan mempengaruhi kehidupan kerja mereka.

Masukkan lebih mendalam didapat di survei yang juga dilakukan kepada hampir sebanyak 500 orang pimpinan di bidang sumber daya manusia (SDM) di seluruh dunia, mengenai bagaimana mereka mempersiapkan diri terhadap perubahan yang akan terjadi di dunia kerja masa mendatang.

Hasil survei menemukan bahwa terdapat pergeseran besar yang secara total mengubah cara orang bekerja di masa depan. Terobosan di bidang teknologi, terbatasnya sumber daya dan faktor perubahan iklim, berpindahnya kekuatan ekonomi global, berubahnya struktur demografis, dan pesatnya urbanisasi merupakan penyebab signifikan perubahan cara orang dalam bekerja.

Laporan ini juga sejalan dengan studi 2013 PwC 'NextGen' yang menemukan bahwa hampir 80 persen tenaga kerja mulai 2016 akan berasal dari Generation Y (atau dikenal juga dengan milenial) --  yaitu mereka yang lahir dari tahun 1980 - 1995 -- dan mempunyai aspirasi nilai dan preferensi mereka sendiri mengenai bagaimana, dimana, dan kapan mereka bekerja dan berkolaborasi.

Di antara 10.000 orang responden dalam survei ini, lebih dari separuh meyakini bahwa terobosan teknologilah yang akan memengaruhi cara orang bekerja selama lima hingga sepuluh tahun ke depan. Sebanyak 39 persen meyakini perubahan cara bekerja disebabkan oleh kelangkaan sumber daya dan perubahan iklim, 36 persen disebabkan karena pergeseran kekuatan ekonomi global, 33 persen disebabkan pergeseran demografis, dan 26 persen karena pesatnya pertumbuhan tingkat urbanisasi.

Teknologi baru, analisis data, dan media sosial berdampak sangat besar terhadap cara orang berkomunikasi, berkolaborasi, dan bekerja. Saat ini, dunia kerja berisi orang-orang dari generasi yang berbeda. Tenaga kerja yang tersedia akan semakin beragam dan jam kerja akan semakin panjang. Jenjang karir tradisional akan segera menjadi masa lalu.

Terkait era otomatisasi, Federasi Serikat Pekerja Global Asia Pasifik (Uni Apro) menyerukan peningkatan keterampilan anggotanya untuk menghadapi era otomatisasi.

Keterampilan pekerja harus selalu diasah dan dikembangkan, lanjut dia, agar para pekerja tidak terpinggirkan, ujar Sekretaris Regional UNI Apro Christopher Ng.

Pernyataan tersebut disampaikan Christopher Ng dalam sesi bersama Konferensi Federasi Serikat Pekerja Global Asia Pasifik (Uni Apro) yang berlangsung di Davao, Filipina.

Christopher mengatakan "training dan retraining" harus menjadi dua kata kunci bagi pemerintah, serikat pekerja maupun perusahaan dalam menjawab tantangan era ekonomi digital.

Agar pekerja tidak tersingkir dengan adanya perkembangan teknologi yang saat pesat, pekerja membutuhkan peningkatan kemampuan yang harus selalu disesuaikan dengan kebutuhan industri di era ekonomi digital.

Era otomatisasi menghilangkan pekerjaan di beberapa sektor, meskipun digitalisasi memunculkan pekerjaan baru.

Jenis pekerjaan baru yang diciptakan dalam era otomatisasi itu membutuhkan keterampilan yang berbeda.

Pemerintah, lanjut dia, harus membuat suatu kurikulum peningkatan kemampuan di bidang  digital mulai dari sekolah hingga perguruan tinggi.

Pembuatan kurikulum itu harus mengikutsertakan peran pengusaha maupun serikat pekerja.

Pengusaha serta serikat pekerja dibutuhkan masukannya, agar kurikulum itu sesuai dengan kebutuhan industri.

Tantangannya, lanjut dia, yaitu bagaimana serikat pekerja memastikan peningkatan kemampuan pekerja yang mengalami perpindahan pekerjaan yang baru itu.

Negara-negara maju seperti Jepang, Amerika, maupun Rusia sudah menghasilkan robot yang bisa melakukan berbagai jenis pekerjaan.

Robot yang dilengkapi dengan kecerdasan buatan dapat menyingkirkan pekerjaan administrasi, pembuatan suatu produk, dan profesi dokter.

Saat ini sudah ada teknologi yang bisa melakukan diagnosa penyakit seperti kanker dan paru-paru.

Meskipun demikian, lanjut dia, manusia dapat menjadi operator robot dalam melakukan pekerjan-pekerjaan tersebut.

"Untuk mengoperasikan robot, pekerja harus dibekali dengan pengetahuan teknologi itu," kata dia.

Sementara itu, Wakil Presiden Uni Apro Khairruzzaman Hj Mohammad mengatakan para pekerja harus selalu meningkatkan keterampilan mereka seiring perubahan zaman.

Peningkatan kemampuan pekerja yang berkelanjutan harus didukung oleh para pemilik usaha. Pengusaha harus mengalokasikan dana maupun waktu terkait peningkatan kemampuan para pekerja.

"Kita harus memikirkan keterampilan dan pelatihan untuk memastikan setiap pekerja dipersiapkan untuk pekerjaan di masa depan," tegas dia.

Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, pada 2030, Indonesia akan mengalami bonus demografi dimana jumlah penduduk usia produktif diperkirakan di atas 60 persen. Sebanyak 27 persen di antaranya adalah generasi muda yang berpotensi menjadi wirausaha industri baru.

Jumlah generasi muda tersebut menjadi peluang pengembangan ekonomi digital di Indonesia karena negara berpopulasi 265 juta jiwa itu sudah memiliki usaha rintisan unggulan (startup), disamping Indonesia adalah pasar startup terbesar di ASEAN.

Indonesia memiliki empat unicorn yaitu Gojek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.

Kemudian, ada peningkatan jumlah kelas menengah, di mana Sebanyak 135 juta penduduk diproyeksi akan memiliki penghasilan bersih di atas kisaran 3.600 dolar AS pada 2030 dan menjadi konsumen dominan e Commerce.

Saat ini, penetrasi pengguna internet di Indonesia meningkat menjadi 143,26 juta jiwa atau setara 54,7 persen dari total populasi Indonesia.

Dengan modal sumber daya manusia serta pasar yang besar, Indonesia diharapkan menjadi posisi pertama se-Asia Tenggara sebagai negara ekonomi digital pada 2020.