Ditpolairud Polda Kalteng tetapkan bos angkutan BBM jadi tersangka

id Ditpolairud Polda Kalteng tetapkan bos angkutan BBM jadi tersangka,Kapal,Pemalsuan dokumen

Ditpolairud Polda Kalteng tetapkan bos angkutan BBM jadi tersangka

Personel Ditpolairud Polda Kalteng saat mengamankan sebuah acara di Sungai Mentaya, beberapa waktu lalu. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Direktorat Polairud Polda Kalimantan Tengah, menetapkan seorang pengusaha angkutan bahan bakar minyak (BBM) sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen kapal.

"Hari ini (Rabu), Direktur PT Taheta Belum, resmi ditetapkan sebagai tersangka atas nama Haji Imus atau Mus Mulyadi. Tersangka sudah kami tahan," kata Direktur Polairud Polda Kalimantan Tengah Kombes Badarudin melalui Kasubdit Penegakan Hukum AKBP Murtiyanto di Sampit, Rabu.

Kasus ini berawal ketika tim patroli Polairud mengamankan sebuah kapal pengangkut BBM jenis bio solar pada 20 Mei 2018.

Pengakuan pemilik angkutan, bahan bakar itu dari Kalimantan Selatan dan akan dibawa ke PLN Pegatan dan Mendawai Kabupaten Katingan.

Saat diperiksa, petugas menemukan sejumlah kejanggalan dari dokumen dan fisik kapal. Di antaranya, nama kapal tidak sama dengan dokumen yang ada.

Kapal juga tidak memiliki alat navigasi dan radio komunikasi. Padahal, fungsi radio sangat besar untuk komunikasi penggunaan jalur apabila kapal berpapasan dengan kapal lainya supaya tidak terjadi tabrakan.

"Keberadaan radio dan alat navigasi tidak boleh diabaikan. Jika sampai kapal bermuatan solar itu menabrak kapal penumpang maka bisa menimbulkan dampak sangat parah," kata Murtiyanto.

Petugas menduga, nama dan fisik kapal sudah diubah, namun dokumen kapal menggunakan data lama.

Selain itu ada perbedaan kapasitas kapal yakni dalam dokumen tertulis 33 GT atau gross tonnage, pada badan kapal tertulis 45 GT, sedangkan menurut ahli ukur yang didatangkan menyebutkan bahwa kapasitas kapal itu menjadi 106 GT.

Sesuai aturan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas tentang sarana angkutan bahan bakar di perairan, kapasitas kapal 100 GT wajib didaftarkan sesuai aturan.

Penyidik menilai ada indikasi kesengajaan tersangka memalsukan dokumen kapal, yakni nama kapal diubah dari KM Taheta Belum VIII menjadi SPOB Taheta Belum VII.

Diduga itu merupakan cara tersangka untuk menyesuaikan dengan dokumen yang didapat dari Dinas Perhubungan Kabupaten Batola Kalimantan Selatan.

"Itu karena permohonan dokumen kapal yang diajukan dengan nama KM Taheta Belum VIII, tidak bisa terbit karena administrasinya tidak lengkap," jelas Murtiyanto.

Karena itulah maka diduga diakali dengan mencari dokumen baru dengan data kapal yang asal-asalan. Supaya sesuai dokumen maka nama kapal pun diubah menjadi SPOB Taheta Belum VIII.

Selain itu, nakhoda kapal juga tidak memiliki sertifikat sebagai nakhoda. Memang ada surat keterangan kecakapan sebagai nakhoda, namun setelah diteliti, ternyata tulisannya masih menggunakan ejaan lama.

Berdasarkan data, nakhoda lahir tahun 1972, sedangkan ejaan yang disempurnakan atau EYD mulai diberlakukan tahun 1974.

"Jika merujuk itu, maka berarti nakhoda tersebut sudah memiliki sertifikat kecakapan sebagai nakhoda," katanya.

Hasil penelusuran akhirnya diketahui sertifikat tersebut palsu. Yakni sertifikat milik paman sang nakhoda, namun kemudian dibuat dengan mengganti dengan data dan foto nakhoda tersebut.

Pelanggaran aturan lainnya yaitu, kapal tersebut merupakan jenis kapal pedalaman yang hanya boleh digunakan di sungai dan danau. Namun ternyata, kapal itu dipakai melewati laut, termasuk saat diamankan petugas.

"Kapal itu memiliki dua dokumen berbeda untuk satu kapal yang sama. Yaitu dokumen kapal dengan nama SPOB Taheta Belum VII yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Batola dan dokumen dengan nama kapal KM Taheta Belum VIII yang dikeuarkan PTSP Provinsi Kalimantan Tengah. Isi dari kedua dokumen itu pun tidak sama dengan kondisi kapal," tegas Murtiyanto.

Saat ini penyidik terus mendalami kasus ini. Murtiyanto menegaskan, pihaknya akan terus memberantas berbagai bentuk kejahatan di perairan Kalimantan Tengah.