Manajemen Grab Palangka Raya dianggap sewenang-wenang dan merugikan sopir
Palangka Raya (Antaranews Kalteng) - Forum Komunikasi pengemudi daring Kalimantan Tengah menuduh manajemen grab Kota Palangka Raya melakukan tindakan sewenang-wenang dengan mengubah skema pendapatan yang merugikan para supir.
Perubahan skema penghasilan dari insentif menjadi garansi tersebut bukan hanya merugikan, tapi juga pelaksanaannya dilakukan secara mendadak dan tanpa pemberitahuan, kata Sekretaris FKDO Kalteng Oloan Manurung, saat ditemui di Palangka Raya, Jumat.
"Akhir Juli 2018, ada pertemuan antara VIC grab dan para supir yang menjadi mitranya. Pertemuan itu, VIC menyampaikan perubahan skema pendapatan menjadi garansi. Tapi, skema itu ditegaskan baru contoh dan belum dilaksanakan. Tapi, tanggal 3 Agustus 2018 perubahan ke skema garansi sudah diterapkan," beber dia.
Perhitungan menurut skema insentif, apabila mampu mengantarkan penumpang sebanyak tujuh, maka para supir akan mendapat insentif sebesar Rp73 ribu dari manajemen grab diluar pendapatan yang diterima dari penumpang. Jika mengantarkan penumpang sebanyak 11 kali mendapat insentif Rp127.000. Dan bila mengantarkan penumpang sebanyak 14 kali, mendapat insentif sebesar Rp190.000.
Baca juga: Supir grab Palangka Raya protes terkait perubahan pemberian insentif
Sedangkan perhitungan menurut skema garansi, lebih kepada memberikan jaminan terhadap para supir grab terkait penghasilan. Di mana bila mengantarkan tujuh penumpang dijamin penghasilannya minimal Rp185 yang dikumulatifkan dari hasil ongkos penumpang.
"Kalau total ongkos tujuh kali mengantarkan penumpang itu sebesar Rp170.000, maka pihak grab hanya memberikan tambahan Rp15.000. Jika lebih dari Rp185.000, maka pihak manajemen grab tidak memberikan tambahan apapun," beber Oloan.
Permasalahannya, apabila skema garansi ini terus diterapkan, maka para supir yang menjadi mitra grab tersebut akan kesulitan mendapatkan keuntungan. Sebab, pihak manajemen grab masih harus melakukan pemotongan sebesar 20 persen dari total yang dibayarkan penumpang.
Misal, total penghasilan yang diterima dari tujuh kali mengantar penumpang sebesar Rp185.000, maka dipotong 20 persen. Alhasil, supir mitra grab hanya mendapat Rp148.000. Dari nilai tersebut, belum dikurangi bahan bakar mobil yang diperkirakan dapat mencapai Rp100.000 jika mengantar tujuh kali penumpang.
"Kalau itu yang terjadi, maka para supir mitra grab hanya membawa pulang uang sebesar Rp48.000. Itu jika tidak ada makan atau minum dalam mengantar tujuh kali penumpang tersebut. Kalau dipotong dengan makan dan minum, bisa-bisa tidak ada penghasilan sama sekali," kata Oloan.
Hal ini lah yang mendasari FKDO Kalteng melihat adanya kesewenang-wenangan dari Manajemen Grab Palangka Raya. Apalagi penerapannya dilakukan tidak secara terbuka dan sangat mendadak. Padahal Manajemen Grab dan para supir merupakan mitra yang posisinya sama.
Sampai berita ini ditayangkan, belum ada klarifikasi dari pihak manajemen grab Palangka Raya. Salah seorang staff grab Palangka Raya yang dikirimi pesan singkat pun, belum memberikan respon.
Perubahan skema penghasilan dari insentif menjadi garansi tersebut bukan hanya merugikan, tapi juga pelaksanaannya dilakukan secara mendadak dan tanpa pemberitahuan, kata Sekretaris FKDO Kalteng Oloan Manurung, saat ditemui di Palangka Raya, Jumat.
"Akhir Juli 2018, ada pertemuan antara VIC grab dan para supir yang menjadi mitranya. Pertemuan itu, VIC menyampaikan perubahan skema pendapatan menjadi garansi. Tapi, skema itu ditegaskan baru contoh dan belum dilaksanakan. Tapi, tanggal 3 Agustus 2018 perubahan ke skema garansi sudah diterapkan," beber dia.
Perhitungan menurut skema insentif, apabila mampu mengantarkan penumpang sebanyak tujuh, maka para supir akan mendapat insentif sebesar Rp73 ribu dari manajemen grab diluar pendapatan yang diterima dari penumpang. Jika mengantarkan penumpang sebanyak 11 kali mendapat insentif Rp127.000. Dan bila mengantarkan penumpang sebanyak 14 kali, mendapat insentif sebesar Rp190.000.
Baca juga: Supir grab Palangka Raya protes terkait perubahan pemberian insentif
Sedangkan perhitungan menurut skema garansi, lebih kepada memberikan jaminan terhadap para supir grab terkait penghasilan. Di mana bila mengantarkan tujuh penumpang dijamin penghasilannya minimal Rp185 yang dikumulatifkan dari hasil ongkos penumpang.
"Kalau total ongkos tujuh kali mengantarkan penumpang itu sebesar Rp170.000, maka pihak grab hanya memberikan tambahan Rp15.000. Jika lebih dari Rp185.000, maka pihak manajemen grab tidak memberikan tambahan apapun," beber Oloan.
Permasalahannya, apabila skema garansi ini terus diterapkan, maka para supir yang menjadi mitra grab tersebut akan kesulitan mendapatkan keuntungan. Sebab, pihak manajemen grab masih harus melakukan pemotongan sebesar 20 persen dari total yang dibayarkan penumpang.
Misal, total penghasilan yang diterima dari tujuh kali mengantar penumpang sebesar Rp185.000, maka dipotong 20 persen. Alhasil, supir mitra grab hanya mendapat Rp148.000. Dari nilai tersebut, belum dikurangi bahan bakar mobil yang diperkirakan dapat mencapai Rp100.000 jika mengantar tujuh kali penumpang.
"Kalau itu yang terjadi, maka para supir mitra grab hanya membawa pulang uang sebesar Rp48.000. Itu jika tidak ada makan atau minum dalam mengantar tujuh kali penumpang tersebut. Kalau dipotong dengan makan dan minum, bisa-bisa tidak ada penghasilan sama sekali," kata Oloan.
Hal ini lah yang mendasari FKDO Kalteng melihat adanya kesewenang-wenangan dari Manajemen Grab Palangka Raya. Apalagi penerapannya dilakukan tidak secara terbuka dan sangat mendadak. Padahal Manajemen Grab dan para supir merupakan mitra yang posisinya sama.
Sampai berita ini ditayangkan, belum ada klarifikasi dari pihak manajemen grab Palangka Raya. Salah seorang staff grab Palangka Raya yang dikirimi pesan singkat pun, belum memberikan respon.