Empat narapidana teroris di Kalteng didampingi psikolog

id Empat narapidana teroris di Kalteng didampingi psikolog,Radikalisme,Lembaga pemsyarakatan,Anthonius m ayorbaba

Empat narapidana teroris di Kalteng didampingi psikolog

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Kalimantan Tengah Anthonius M Ayorbaba saat di Lapas Klas II B Sampit, Senin (17/9/2018). (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Empat narapidana kasus terorisme yang dipenjara di Kalimantan Tengah, didampingi psikolog agar mereka meninggalkan paham radikal dan kembali pada pemahaman tentang pentingnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Saat ini kami meminta bantuan psikolog dari Universitas Palangka Raya untuk membantu, tapi komunikasinya masih tahap awal karena mengubah pandangan orang yang memiliki paham radikalisme ini memerlukan upaya khusus dan waktu tidak singkat," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Kalimantan Tengah Anthonius M Ayorbaba di Sampit, Senin.

Anthonius menilai, teroris memiliki kepribadian tersendiri dan kemampuan meyakinkan orang lain atau siapa saja yang mereka ajak berkomunikasi. Karena itulah narapidana teroris mendapat perhatian khusus dalam pengawasan dan pembinaan.

Saat ini ada empat narapidana teroris di Kalimantan Tengah. Mereka tersebar, masing-masing dua orang di Lembaga Pemasyarakatan Palangka Raya dan Lembaga Pemasyarakatan Pangkalan Bun Kabupaten Kotawaringin Barat.

Mereka ditempatkan pada ruang tahanan terpisah atau masing-masing, meski di tengah kondisi lembaga pemasyarakatan yang melebihi kapasitas. Narapidana teroris juga terus diawasi terkait kebersamaan mereka dengan warga binaan yang lain agar tidak mempengaruhi yang lainnya.

Kantor Wilayah Kemenkumham Kalimantan Tengah, bekerja sama dengan banyak pihak, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kabinda, Badan Narkotika Nasional, Polda Kalimantan Tengah dan lainnya.

"Kepala Kanwil Kemenkumham Kalteng telah memerintahkan agar seluruh lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan untuk tidak melarang siapapun yang ingin bermitra dan bekerja sama, termasuk dalam hal memberantas narkoba dan memutus mata rantai radikalisme," tegas Anthonius.

Penanganan teroris masuk dalam pendekatan narapidana berisiko tinggi dan perlu ditangani serius sehingga harus dipisahkan. Penanganan khusus ini diperlukan untuk pencegahan pengaruh, apalagi mereka tinggal cukup lama karena umumnya divonis di atas empat tahun.

Keberhasilan mengubah pemahaman teroris sangat tergantung pada pola dan mekanisme pembinaan. Jika semua berjalan dengan baik maka besar peluang mengubah karakter, cara berpikir serta pemahaman mereka sehingga kembali pada paham Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Kalau tidak, maka bisa saja malah pegawai kami yang dikalahkan dan terpengaruh. Itu sudah terbukti. Salah satu pegawai kami di Rumah Tahanan Palangka Raya ditangkap (dugaan teroris) dan saat ini diproses oleh BNPT bekerjasama dengan Polda Kalimantan Tengah. Saat kejadian, dia sedang dinonaktifkan selama setahun," tutur Anthonius.

Sementara itu, terkait fasilitas di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Kalimantan Tengah, Anthonius menegaskan bahwa tidak ada fasilitas mewah bagi warga binaan manapun. Pihaknya sudah melakukan penggeledahan secara serentak, hasilnya tidak ada ditemukan fasilitas mewah di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.