Baru 20 desa di Lamandau bebas BAB sembarangan

id Baru 20 desa di Lamandau bebas BAB sembarangan,Dinas Kesehatan,Sehat,Sungai,Jamban

Baru 20 desa di Lamandau bebas BAB sembarangan

Sebagian besar masyarakat bantaran sungai Lamandau masih memanfaatkan sungai sebagai sarana untuk BAB. Tampak salah satu jamban di tepi sungai setempat, Senin (25/2/2019). (Foto Antara Kalteng/Koko Sulistyo)

Nanga Bulik (Antaranews Kalteng) - Dinas Kesehatan Lamandau Kalimantan Tengah mengungkapkan, dari 85 desa dan 3 kelurahan di kabupaten setempat, baru 20 desa yang dinyatakan open defacation free (ODF) atau bebas buang air besar (BAB) sembarangan.

"Untuk akses sanitasi di Kabupaten Lamandau sejauh ini sudah mencapai 63.40 persen dan desa yang sudah dinyatakan ODF baru 20 desa atau 22,73 persen," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lamandau Friaraiyatini, di Nanga Bulik, Senin.

Dijelaskan, 20 desa yang sudah dinyatakan bebas buang air besar sembarangan tersebut tersebar di Kecamatan Bulik Timur, Delang, dan Kecamatan Lamandau. Dinas Kesehatan berharap jumlahnya terus bertambah seiring upaya-upaya yang dilakukan.

Meskipun masih jauh dari jumlah ideal, namun Dinas Kesehatan terus melakukan upaya pemicuan tentang sanitasi total berbasis masyarakat (STBM). Saat ini pemicuan yang dilakukan baik oleh tenaga kesling Puskesmas dan dinas kesehatan sendiri sudah mencapai 90,91 persen.

"Untuk penyadaran ke masyarakat, kami melakukan sosialisasi STBM secara berkelanjutan, terutama tentang lima pilar STBM," ujarnya.

Dijelaskannya, lima pilar STBM tersebut adalah stop BAB sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan, pengelolaan sampah serta limbah cair.

Selain itu, Dinas Kesehatan juga kerap melakukan pendekatan dengan mengedukasi masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), sehingga warga dapat terhindar dari bibit penyakit yang ditimbulkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari perilaku BAB sembarangan.

Dengan semua pencapaian itu, Dinas Kesehatan menghadapi kendala untuk membantu masyarakat membangun sarana jamban sehat. Untuk itu ia mengharapkan agar pemerintah desa untuk mendukung gerakan STBM, terutama untuk penyediaan kloset serta bahan material lainnya.

"Pemicuan STBM sudah kita lakukan dengan di topang dari biaya operasional kesehatan (BOK), dan kita harapkan bantuan dari pemerintah desa melalui dana desa dan melalui CSR dari perusahaan besar swasta untuk pengadaan kloset dan material, karena dukungan dari CSR ini belum optimal," demikian Friaraiyatini.