Perempuan Kotim diminta menghindari pernikahan anak di bawah umur

id Perempuan Kotim diminta menghindari pernikahan anak di bawah umur,Sekretaris daerah,Halikinnor,Kotawaringin Timur,Sampit

Perempuan Kotim diminta menghindari pernikahan anak di bawah umur

Sekretaris Daerah Kotawaringin Timur Halikinnor. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah meminta perempuan di daerah mereka untuk menghindari pernikahan dini atau anak di bawah umur yakni usia di bawah 17 tahun karena banyak dampak negatif dan bahaya yang mengancam.

"Angka pernikahan dini atau pernikahan anak di bawah umur harus kita tekan, bahkan kalau bisa tidak ada sama sekali. Ini untuk kebaikan mereka dan anak-anaknya nanti," kata Sekretaris Daerah Halikinnor saat menghadiri peringatan Hari Kartini ke-140 di Sampit, Sabtu.

Halikinnor merasa penting menyampaikan hal ini, apalagi acara yang digelar di Citimall Sampit itu dihadiri ratusan perempuan, mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa dan ibu rumah tangga. Pesan tersebut diharapkan menjadi perhatian dan renungan bersama dalam rangka perbaikan.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kalimantan Tengah menyatakan sejumlah kabupaten di provinsi ini banyak terjadi pernikahan dini atau nikah muda, bahkan di bawah umur. Pernikahan dini ini cukup tinggi di Kabupaten Kapuas, Kotawaringin Timur, Gunung Mas dan Kotawaringin Barat.

Pernikahan dini dan pernikahan anak di bawah umur tersebut yaitu usia 15 sampai 19 tahun. Padahal usia ideal yang dinilai sudah siap menikah yaitu usia 21 sampai 25 tahun dengan pertimbangan kondisi psikologis dan ekonomi sudah cukup bagus.

Menurut Halikinnor, semua pihak diminta peduli dan melakukan upaya-upaya mencegah dan menekan angka pernikahan anak di bawah umur. Langkah itu juga untuk menyelamatkan masa depan anak agar terhindar dari dampak pernikahan anak di bawah umur.

Pernikahan anak di bawah umur bisa membawa risiko seperti kemiskinan, kematian ibu saat melahirkan dan kualitas bayi yang dilahirkan. Selain itu, pernikahan anak di bawah umur juga rentan menimbulkan kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga serta merebut hak-hak anak.

"Upaya pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengurangi pernikahan usia anak adalah dengan memastikan bahwa anak-anak perempuan dapat mengajar pendidikan dan keterampilan kejuruan lalu menyiapkan peluang masa depan untuk berdaya secara ekonomi," kata Halikinnor.

Meningkatkan program wajib belajar 12 tahun dinilai juga cukup efektif untuk mengurangi pernikahan usia anak. Harapannya anak akan memiliki pemikiran yang baik sehingga tidak menikah di usia dini.

Usia dewasa saat menikah diharapkan membuat perempuan dewasa berpikir, bersikap dan memiliki kemampuan secara ekonomi. Hal itu akan sangat mempengaruhi pertumbuhannya dan anaknya karena akan terwujud melalui pola asuh dan pola pendidikan anak.

Usia perempuan saat menikah juga akan mempengaruhi ketahanan keluarga karena perempuan dewasa akan bisa mengendalikan diri. Peran perempuan dalam keluarga tidak terlepas dari pemberdayaan keluarga yang harmonis yang dilandasi keimanan dan ketakwaan.