Siaran live akun bermasalah diblokir Facebook

id Facebook,Siaran live akun bermasalah diblokir Facebook,Facebook Live.

Siaran live akun bermasalah diblokir Facebook

Ilustrasi Live di Facebook (ANTARA News/Blog Facebook)

Jakarta (ANTARA) - Facebook menerapkan kebijakan baru bagi akun-akun yang melanggar kebijakan mereka, pengguna tidak bisa menggunakan fitur siaran langsung atau Facebook Live.

"Mulai hari ini, orang-orang yang melanggar beberapa aturan di Facebook, termasuk kebijakan kami mengenai Organisasi dan Individu Berbahaya, akan dilarang menggunakan Facebook Live," kata Vice President Integrity Facebook, Guy Rosen, dalam keterangan di blog resmi mereka, dikutip Rabu.

Pembatasan fitur Live untuk pengguna ini dipicu aksi terorisme di Christchurch, Selandia Baru beberapa waktu lalu, pelaku menyiarkan aksinya secara langsung di platform Facebook.

Sebelum aturan baru ini, pengguna yang melanggar Standard Komunitas Facebook akan ditutup aksesnya ke platform Facebook selama beberapa waktu, termasuk pengguna tidak bisa menggunakan fitur Live. Jika pengguna berkali-kali melanggar aturan tingkat bawah Facebook, atau sekali melanggar aturan yang tergolong berat, Facebook bisa menutup semua akses ke layanan.

Pada aturan baru yang secara spesifik mengatur fitur Live ini, pengguna yang melanggar aturan serius di Facebook akan dilarang menggunakan Live selama beberapa waktu, bisa jadi 30 hari, mulai dari hari pelanggaran.

Contohnya, jika seorang pengguna mengunggah tautan berisi kelompok teroris tanpa konteks yang jelas mereka langsung diblokir dari Live untuk beberapa waktu.

"Kami berencana memperluas larangan ini ke area lain dalam beberapa pekan ke depan, mulai dari melarang orang-orang (bermasalah tersebut) membuat iklan di Facebook," kata Rosen.

Berkaca dari pengalaman mereka terhadap serangan di Selandia Baru, Facebook mengalami kesulitan untuk mendeteksi potongan video terorisme atau video yang sudah diedit, meski pun mereka sudah menggunakan teknik yang canggih.

Facebook bekerja sama dengan University of Maryland, Cornell University dan University of California, Berkeley, untuk mengembangkan deteksi manipulasi media melalui gambar, video dan audio serta membedakan konten yang diunggah secara tidak sengaja dengan orang-orang yang sengaja memanipulasi foto dan gambar.