Gerakan aksi 'people power' berkonotasi memaksakan kehendak

id aksi 'people power' ,Gerakan aksi 'people power' berkonotasi memaksakan kehendak,Budayawan Ahmad Tohari

Gerakan aksi 'people power' berkonotasi memaksakan kehendak

Budayawan Ahmad Tohari. (Foto: Sumarwoto)

Banyumas (ANTARA) - Budayawan Ahmad Tohari menilai "people power" sebagai sebuah gerakan pengumpulan massa yang berkonotasi memaksakan kehendak dan mengarah pada gerakan massa yang tidak terkendali.

"'People power' itu kalau dalam bahasa Indonesia (berarti) pengerahan massa. 'People power' berbeda dengan demonstrasi," katanya saat ditemui wartawan di rumahnya, Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.

Menurut dia, demonstrasi berarti pengerahan massa untuk menyampaikan pendapat di depan umum dan kegiatan tersebut bisa menjadi sah dengan melaporkan kepada pihak berwajib serta tidak membuat kerusakan sehingga dilindungi undang-undangan.

"Jadi saya tidak setuju (people power), kalau ada apa-apa, ada jalur hukum. Misal, soal pemilu jika ada kecurangan, bisa diselesaikan ke MK (Mahkamah Konstusi). Jangan di jalan, sebab akan mengarah pada gerakan massa yang tidak terkendali dan mendatangkan kerusakan maupun kerugian," kata penulis novel "Ronggeng Dukuh Paruk" itu.

Terkait dengan hal tersebut, dia mengimbau para tokoh dan pemimpin massa untuk menghindari "people power" karena gerakannya bisa tidak terkendali sehingga sangat berisiko.

Ia mengharapkan para pemimpin untuk benar-benar memahami bahwa bangsa Indonesia diwajibkan setia pada undang-undang.

"Saya kira masyarakat Banyumas sendiri tidak ada kecenderungan mengarah ke gerakan 'people power'. Perlu saya sampaikan bahwa ada dua alam, yaitu alam medsos (media sosial) dan alam nyata. Orang kalau berada di alam medsos bisa menjadi 'vocal' revolusioner. Saya kira heboh hanya berada di alam medsos, di alam nyata saya kira tidak ada," katanya.

Tohari mengatakan di alam nyata, semuanya sudah selesai dan tinggal bekerja serta menunggu dengan tenang penetapan hasil perolehan suara pemilu serentak 2019 yang akan dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada  22 Mei.

"Jangan mengambil risiko adanya pergeseran sosial, pergeseran horizontal, ini risikonya besar, dan biayanya juga besar. Di alam nyata masyarakat Banyumas adalah masyarakat yang setia, yaitu setia pada kekuasaan. Contohnya dulu pada saat kekuasaan Mataram, kita sangat setia pada kekuasaan Mataram," katanya.

Ia mengatakan dalam kenyataan tidak ada pemerintahan yang ideal karena di Amerika Serikat pasti ada kekurangannya.

"Saat ini, pemerintah patut didukung, kekurangan di sana-sini semua pasti ada. Soal tuduh-menuduh dan mencela orang itu mudah sekali, tetapi mengakui kebaikannya itulah yang susah, begitu pula terhadap pemerintah," katanya.

Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mendewasakan demokrasi karena kalau rakyat sudah memilih, pilihannya harus dihargai

"Kepada masyarakat supaya bersabar dengan tenang, ikhlas, dan dewasa, jangan 'kemrungsung' (tergesa-gesa, red.). Kita menghormati siapapun yang terpilih. Itulah demokrasi yang dewasa," katanya.