Selama aksi Mei, polisi tangani 10 kasus hoaks

id aksi 22 mei,kasus hoaks,Selama aksi Mei polisi tangani 10 kasus hoaks

Selama aksi Mei, polisi tangani 10 kasus hoaks

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jendral Polisi Dedi Prasetyo (tengah) di Jakarta, Sabtu (25/5/2019). (ANTARA/Devi Nindy)

Jakarta (ANTARA) - Direktorat Siber Bareskrim Polri dan jajaran Polda telah menangani 10 kasus penyebaran informasi bohong atau hoaks yang dapat menimbulkan provokasi di masyarakat.

"Saya sampaikan sejak 21 Mei hingga 28 Mei sudah ada 10 kasus hoaks yang ditangani oleh Ditsiber Bareskrim bersama beberapa polda," kata Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo saat jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa.

Pertama, yang ditangani oleh Ditsiber Bareskrim Polri adalah tersangka atas nama SDA yang ditangkap 23 Mei 2019. SDA menyebarkan tuduhan adanya polisi negara tertentu yang masuk ke Indonesia untuk ikut mengamankan demo tanggal 21 dan 22 Mei.

"Bahkan, kontennya ditambahkan bahwa ikut melakukan penembakan terhadap masyarakat Indonesia. Saat ini yang bersangkutan sudah ditahan dan proses penyidikan lebih lanjut," kata Dedi.

Kedua, tersangka atas nama ASR diamankan pada 26 Mei yang menyebarkan konten persekusi yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap seorang habaib.

Ketiga, tersangka MNA ditangkap pada 28 Mei 2019 juga sama yg menyebarkan konten negatif tentang pemilu curang kemudian ada video persekusi. Demikian juga penganiayaan yang dilakukan oleh aparat di depan Masjid Al Huda Tanah Abang.

Keempat, tersangka HU ditangani oleh Ditsiber Bareksirm ditangkap 26 Mei 2019 menyebarkan konten yang bersifat provokasi kepada masyarakat dengan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan baik secara individu ataupun kelompok yang berdasarkan atas SARA.

Dalam narasi itu, bahwa "Brimob sweeping sampe areal masjid. fix berwajah negara tertentu dan tak bisa berbahasa Indonesia sudah dibekingin".

Kelima, tersangka atas nama RR ditangkap pada 27 Mei 2019, dimana pelaku memposting konten pengancaman melalui akun facebooknya akan membunuh tokoh nasional.

Keenam, tersangka atas nama M ditangkap oleh Dirkrimsus Polda Jateng yang kaitannya dengan penyebaran informasi yang ditujukan dengan menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan atau SARA.

Ketujuh, pelaku atas nama MS ditangkap di Polda Sulsel pada 27 Mei 2019. konten yang diviralkan dan diposting adalah foto tokoh nasional yang digantung dengan tulisan captionnya adalah "mudah-mudahan manusia biadab ini mati".

Kedelapan, tersangka DS diamankan di Polda Jabar pada 27 Mei, konten yang disebarkan berupa berita bohong terkait dengan meninggalnya seorang remaja berusia 14 tahun yang dianiaya.

Kesembilan, tersangka atas nama MA ditangkap di Sorong, Papua pada 27 Mei 2019, yang menyebarkan konten negatif berupa video foto kemudian captionnya berupa ada narasi yang berbunyi, "pembunuhan yang ditujukan pada salah satu tokoh nasional".

Kesepuluh, tersangka atas nama H ditangkap pada 28 Mei dinihari oleh Ditsiber Bareskrim Polri yang menyebarkan konten antara lain berupa ancaman yang ditujukan kepada tokoh nasional. dan berupa juga narasi-narasi dibangun adalah ujaran kebencian.

Karopenmas Mabes Polri menyebutkan, penegakan hukum yang dilakukannya itu merupakan suatu langkah terakhir ketika upaya-upaya secara persuasif juga dilakukan secara bersamaan.

"Banyak sekali literasi-literasi digital yang sudah kita sampaikan, baik di media sosial, maupun di media mainstream. Dan setiap pengungkapan kasus penyebaran berita hoaks, ujaran kebencian selalu kita ekspos dengan menggunakan media mainstream agar para akun-akun yang menyebarkan konten-konten bersifat hoaks tersebut itu harus betul-betul sadar diri bahwa medsos ini adalah area publik harus betul-betul bijak di dalam menggunakan media sosial di area publik dan harus betul-betul cerdas," kata Dedi.