Legislator Kotim soroti tidak terbukanya pengelolaan dana silpa

id Legislator Kotim soroti tidak terbukanya pengelolaan dana silpa,DPRD Kotim,Dadang H Syamsu,Kotawaringin Timur,Silpa,Sampit

Legislator Kotim soroti tidak terbukanya pengelolaan dana silpa

Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Dadang H Syamsu. (Foto Antara Kalteng/Untung Setiawan)

Sampit (ANTARA) - Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah Dadang H Syamsu menilai pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2018 daerah setempat melanggar kesepakatan bersama antara legislatif dan eksekutif karena eksekutif tidak sepenuhnya terbuka.

"Pihak eksekutif dalam hal ini pemerintah kabupaten selama ini tidak pernah terbuka dan memberitahu legislatif jika APBD 2018 memiliki dana sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) yang angkanya mencapai Rp355 miliar lebih tersebut," katanya di Sampit, Rabu.

Dadang mengaku lebih kecewa lagi saat mendapat penjelasan dari pihak eksekutif bahwa dana silpa APBD 2018 tersebut telah didepositokan di tiga bank, yakni Bank BNI, BRI dan BPK dengan tujuan agar uang tersebut bertambah.

Pengelolaan APBD tahun anggaran 2018 dianggap melanggar kesepakatan dan cacat hukum karena penyimpanan dana silpa di sejumlah bank tersebut tidak didasari hukum.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 tahun 2005 tentang keuangan daerah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus terintegrasi yang di dalamnya menjabarkan serta menjelaskan terkait deposito dana silpa yang diwujudkan dalam APBD dan dituangkan dalam peraturan daerah (perda).

Perda tersebut terbentuk berdasarkan hasil kesepakatan antara DPRD dan pemerintah daerah. Maka setiap penerimaan dan pengeluaran, baik itu dalam bentuk uang, barang dan jasa dianggarkan dalam APBD.

"Yang terjadi saat ini lain, karena selama ini DPRD tidak pernah mengetahui adanya dana Silpa tersebut. Dan terbongkar saat pembahasan rancangan pertanggungjawaban Bupati Kotawaringin Timur dalam penggunaan APBD tahun anggaran 2018," terangnya.

Selama ini pemerintah daerah tidak pernah menganggarkan dana untuk deposito, sehingga kuat dugaan penyimpanan uang di sejumlah bank tersebut tidak diperkuat atau didasari dengan perda.

Dadang menilai, penyimpanan dana silpa di sejumlah bank telah melanggar aturan karena tidak melalui prosedur dan ketentuan yang berlaku, serta pengguna anggaran dapat dipidanakan.

"Kami DPRD tidak tahu dengan sistem apa simpanan deposito dana silpa tersebut. Apakah uang tersebut bisa diambil setiap tahun atau bahkan dalam kurun dan jangka waktu tertentu. Dan kami akan minta penjelasan kepada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran tersebut," tegasnya.

Dana silpa pada tahun anggaran 2018 tersebut dinilai telah berdampak buruk terhadap pelaksanaan pembangunan karena ada beberapa program yang tidak dapat terlaksana akibat tidak adanya anggaran.

APBD tahun anggaran 2018 dianggap telah gagal perencanaan karena banyaknya program pembangunan yang telah disepakati menjadi tertunda. Salah satunya adalah bidang pendidikan dan kesehatan.

"Saya sangat mengecam pemerintah daerah karena akibat tindakannya tersebut membuat utang pemerintah daerah tidak terbayar, seperti utang pemerintah daerah terhadap BPJS sebesar Rp15 miliar lebih dan utang terhadap rumah sakit sebesar Rp4 miliar lebih," jelasnya.

Pemerintah daerah tidak menyelesaikan kewajiban membayar utang, padahal ternyata dananya ada. Pengguna anggaran justru mendepositokan uang yang ada ke sejumlah bank dengan alasan yang tidak jelas.