Kadis Perkim Barut tersangka kasus proyek peningkatan jalan sebesar Rp1,7 miliar

id Kadis Perkim Barut tersangka,mantan kadis dinsos barito utara,pemkab barut

Kadis Perkim Barut tersangka kasus proyek peningkatan jalan sebesar Rp1,7 miliar

Wadir Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalteng AKBP Teguh Widodo (tengah) didampingi Kasubdit Tipikor AKBP Devi Fermansyah (kiri) menjelaskan tindak pidana korupsi proyek jalan yang berada di Kabupaten Barito Utara, Senin (24/6/19). (Foto Antara Kalteng/Adi Wibowo).

Palangka Raya (ANTARA) - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Kalimantan Tengah menetapkan Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Kabupaten Barito Utara berinisial YA bersama empat orang rekanan lainnya sebagai tersangka yang kini berkasnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah. 

"Empat orang lainnya itu berinisial SA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Barito Utara, MS selaku Direktur PT. Iya Mulik Bengkang Turan, HN berperan sebagai pelaksana dari pekerjaan fisik peningkatan jalan tersebut, MA selaku Direktur CV. Palangka Widyjasa Konsultan pengawas akan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi, karena berkasnya sudah rampung," kata Wadir Dirkrimsus Polda Kalteng AKBP Teguh Widodo di Palangka Raya, Senin.

Selanjutnya, pada kasus tersebut YA pada saat itu masih menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Barito Utara.

Baca juga: Kuasa Hukum Kadis Perkim Barut hargai proses hukum

Teguh menjelaskan, untuk tersangka YA sementara ini belum dilakukan penahanan oleh penyidik, hal itu tidak lain karena berkas penyidikan terhadap yang bersangkutan karena masih dalam tahap penyelesaian. 

Maka dari itu penyidik hanya menetapkan statusnya sebagai tersangka, karena yang bersangkutan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek peningkatan jalan penghubung antara Jalan Sei Rahayu I ke Jalan Sei Rahayu di Kecamatan Teweh Tengah, pada anggaran tahun 2016 yang berada di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Barito Utara karena YA sebagai kepala dinasnya kala itu. 

"Dari proyek itu untuk total kerugian yang dialami negara sebesar Rp1,7 miliar lebih, dari total nilai kontrak Rp3,2 miliar lebih," katanya. 

Terkuaknya kasus tindak pidana kurupsi tersebut, berawal adanya laporan dari masyarakat pada tanggal 23 Mei 2017. Selanjutnya Ditkrimsus mendapatkan surat penyidikan sesuai Nomor: SP.Lidik/40/VI/2017/Ditreskrimsus tanggal 21 Juni 2017 untuk melakukan penyelidikan terhadap hal tersebut. 

Setelah melakukan penyelidikan, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 22 orang dan sebanyak empat orang saksi ahli yang terkait dengan pekerjaan peningkatan jalan penghubung dari lokasi Sei Rahayu I ke Sei Rahayu Kecamatan Teweh Tengah melalui Disnakertran kabupaten setempat. 

Selanjutnya, usai melakukan pemeriksaan terhadap para saksi tersebut pada hari Rabu 25 Oktober 2017 bersama-sama dengan ahli dari Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat melaksanakan pengecekan serta pengambilan sampel pekerjaan tanah biasanya sebanyak empat titik dan pekerjaan pengerasan berbutir agregat kelas B sebanyak 43 titik terhadap pekerjaan peningkatan jalan yang dipermasalahkan itu.

"Dari hasil pengujian dan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel yang diambil dari beberapa titik tersebut, diperoleh dari hasil bahwa terdapat kekurangan volume serta mutu pada item pekerjaan lapis pondasi agregat kelas B yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertuang atau disyaratkan dalam kontrak," ucap perwira berpangkat melati dua itu. 

Akibat perbuatan melawan hukum yang sifatnya menguntungkan diri sendiri serta merugikan keuangan negara sebagai mana dimaksud Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1), (2), (3) Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

"Kelima tersangka korupsi ini terancam hukuman penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta  setiap orang," bebernya.