Penangkapan empat warga Kotim di Jakarta jadi perhatian

id Penangkapan empat warga Kotim di Jakarta jadi perhatian,DAD,Dewan adat dayak,Kotim,Kotawaringin Timur

Penangkapan empat warga Kotim di Jakarta jadi perhatian

Pengurus sejumlah organisasi adat menggelar pertemuan di sekretariat Dewan Adat Dayak Kotawaringin Timur membahas penangkapan empat warga kabupaten ini di Jakarta, Jumat (2/8/2019) sore. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

...Sejumlah organisasi adat pun bereaksi atas kejadian yang berlatar sengketa lahan antara warga dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kotawaringin Timur
Sampit (ANTARA) - Penangkapan empat warga Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah di Jakarta oleh Polres Jakarta Utara atas dugaan pemerasan terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit, menjadi perhatian organisasi adat di daerah ini.

"Ini menjadi perhatian kita bersama, tapi tentu perlu didalami untuk mengetahui bagaimana kejadiannya secara rinci. Nanti perlu ada lagi yang ke Jakarta untuk menanyakan ini kepada empat saudara kita itu," kata Ketua Harian Dewan Adat Dayak Kotawaringin Timur Untung di Sampit, Jumat.

Empat warga Desa Tehang Kecamatan Parenggean yaitu KR, MS, RD dan MB ditangkap oleh Polres Jakarta Utara di sebuah hotel di Jakarta pada 18 Juli lalu. Mereka dituduh memeras sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kotawaringin Timur.

Kejadian ini kini menjadi perhatian masyarakat luas, khususnya di Kotawaringin Timur. Sejumlah organisasi adat pun bereaksi atas kejadian yang berlatar sengketa lahan antara warga dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kotawaringin Timur.

Menyikapi itu, pengurus sejumlah organisasi adat Dayak berkumpul di kantor sekretariat Dewan Adat Dayak Kotawaringin Timur di Sampit. Selain pengurus Dewan Adat Dayak, juga hadir pengurus organisasi Forum Pemuda Dayak atau Fordayak dan Forum Intelektual Dayak Nasional Kotawaringin Timur, juga perwakilan Fordayak Kabupaten Lamandau.
Mereka membahas perkara yang dialami empat warga tersebut.

Pertemuan itu membahas tentang kronologis kejadian serta beberapa opsi untuk membantu keempat warga itu, termasuk mengupayakan penangguhan penahanan mereka.

Untung mengaku mengetahui upaya warga puluhan tahun menuntut hak mereka terkait sengketa lahan dengan perkebunan kelapa sawit, namun sayangnya hingga kini belum juga direspons dengan baik oleh perusahaan.

Menyikapi kejadian ini, Untung menilai sangat penting untuk mengkaji secara mendalam masalah ini dengan mendengar penjelasan rinci dan jujur dari keempat warga tersebut. Hal itu sebagai dasar pertimbangan agar langkah yang diambil nantinya tidak salah.

"Ini akan kami laporkan juga ke DAD Provinsi Kalteng. Kita tentu akan melindungi warga kita, tapi tentu kita tidak bisa gegabah. Kita perlu kaji ini secara rinci," kata Untung.

Hal serupa diungkapkan salah pengurus Fordayak Kotawaringin Timur yang membidangi hukum Melky Yuwono. Masalah ini harus disikapi, apalagi jika benar kasus ini diduga kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan haknya.

"Kita harus kaji secara hukum, tentu harus melihat bagaimana kronologisnya. Dari sana bisa kita mempertimbangkan langkah apa yang akan diambil, misalnya praperadilan maupun langkah lainnya," ujar Melky.

Ketua Forum Intelektual Dayak Nasional  Kotawaringin Timur Zam'an mengatakan masalah ini harus disikapi secara serius. Kasus ini jangan sampai menjadi preseden buruk dan masyarakat selalu menjadi korban dalam perkara sengketa lahan dengan perusahaan.

"Kita tentu marah dengan kejadian ini, tapi tentu harus melihat kejadian ini secara utuh. Makanya kita semua berkumpul untuk menyikapi kejadian ini," kata Zam'an.

Sementara itu, pihak keluarga melalui seorang aktivis yang diberi kuasa mendampingi mereka yaitu Gahara, keluarga membantah tuduhan pemerasan tersebut. Menurut pengakuan keempat warga, mereka ke Jakarta karena diundang dan difasilitasi pihak perusahaan karena dijanjikan akan ada pembayaran ganti rugi lahan dengan uang muka dijanjikan Rp50 juta oleh perusahaan.

Gahara menjelaskan, lahan yang disengketakan antara warga dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut seluas 280 hektare. Pertemuan sudah dilakukan berkali-kali namun belum membuahkan hasil.

Empat warga sudah ditawari ganti rugi uang muka Rp50 juta, namun saat itu mereka tolak karena dengan alasan semua itu harus dibuat berita acaranya bahwa uang sejumlah itu hanya sebagai uang muka. Kemudian 16 Juli lalu keempat warga berangkat ke Jakarta dijanjikan akan ada pembayaran ganti rugi, namun ternyata pada 18 Juli mereka malah ditangkap dengan tuduhan pemerasan.

"Kalau warga kita salah, tentu kita juga tidak akan ngotot membela, tapi kalau warga kita benar dan jadi korban maka wajib kita bela, apapun yang terjadi. Masalah ini juga sudah saya laporkan kepada gubernur," kata Gahara.

Gahara yang merupakan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Balanga, sudah dua kali ke Jakarta dan bertemu empat warga tersebut. Gahara mengaku sangat prihatin karena dia menilai masyarakat menjadi korban oleh kesewenang-wenangan perusahaan.