DPRD Kotim desak tindakan tegas terhadap perkebunan ilegal

id DPRD Kotim desak tindakan tegas terhadap perkebunan ilegal,DPRD Kotim,Kotawaringin Timur,Kotim,Sampit,Sawit

DPRD Kotim desak tindakan tegas terhadap perkebunan ilegal

Anggota DPRD Kotawaringin Timur Rudianur. (Foto Antara Kalteng/Untung Setiawan)

Sampit (ANTARA) - Anggota DPRD Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, Rudianur mendesak pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten mengevaluasi perizinan dan menindak perkebunan kelapa sawit yang diduga banyak bermasalah.

"Berdasarkan hasil audit pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI belum lama ini ada menemukan dugaan penerbitan izin perkebunan yang tidak prosedural atau melanggar aturan dan ketentuan yang berlaku," kata Rudianur di Sampit, Senin.

Evaluasi dan penelitian kembali seluruh perizinan perusahaan perkebuban diharapkan menjadi jalan untuk pembenahan. Hal itu perlu dilakukan sebelum temuan BPK RI tersebut bergulir lebih jauh.

Menurut Rudianur, persoalan perizinan perkebunan sawit yang ditemukan BPK RI  tentunya tidak lepas dari pemerintah daerah. Untuk itu pemerintah daerah harus bertanggung jawab penuh.

Luasan lahan perkebunan sawit di Kabupaten Kotawaringim Timur sampai saat ini sudah mencapai lebih dari 500 ribu hektare lebih. Hal tersebut terjadi karena pemerintah daerah dinilai terlalu mengobral dan tidak selektif dalam penerbitan izin.

Dugaan penyimpangan perizinan di sektor perkebunan semakin kuat dengan munculnya sejumlah permasalahan, seperti konflik klaim lahan dengan masyarakat setempat.

”Salah satu indikator dugaan penyimpangan perizinan tersebut karena banyaknya perusahaan sawit yang menggarap lahan di luar hak guna usaha (HGU)," ucapnya.

Penggarapan lahan di luar HGU dipastikan telah merugikan pemerintah daerah dan negara, karena lahan tersebut tidak terdata dan tidak membayar pajak, sementara dari lahan tersebut pihak perusahaan telah mendapat keuntungan.

Rudianur meminta pemerintah daerah untuk bertindak tegas dengan mengambil alih dan menguasai lahan yang digarap di luar HGU tersebut.

Lahan yang digarap di luar HGU tersebut selanjutnya bisa dikelola oleh pemerintah daerah  melalui badan usaha milik daerah. Hasilnya digunakan untuk kepentingan umum yang membawa manfaat bagi masyarakat.

Pemerintah daerah diminta tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, terlebih di sektor perkebunan. Selain merugikan negara dan masyarakat, perambahan hutan oleh perkebunan juga berdampak buruk terhadap lingkungan.