Pemkab Kotim janji fasilitasi penyelesaian sengketa lahan

id Pemkab Kotim janji fasilitasi penyelesaian sengketa lahan,Kotim,Kotawaringin Timur,Sawit,Sampit

Pemkab Kotim janji fasilitasi penyelesaian sengketa lahan

Sekretaris Daerah Kotawaringin Timur Halikinnor memimpin rapat membahas sengketa lahan yang berujung pada penangkapan empat warga Desa Tehang, Selasa (3/9/2019). ANTARA/Norjani

Sampit (ANTARA) - Sengketa lahan antara masyarakat Desa Tehang Kecamatan Parenggean Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah dengan salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berbuntut ditangkapnya empat warga, menjadi perhatian pemerintah daerah setempat.

"Kasus lahan ini akan difasilitasi oleh pemerintah daerah dibantu oleh camat, kepala desa dan pihak lainnya. Sesegera mungkin memfasilitasi ini supaya ada kejelasan tentang ganti rugi lahan atau kemitraan itu," kata Sekretaris Daerah Kotawaringin Timur Halikinnor di Sampit, Selasa.

Halikinnor memimpin pertemuan membahas permasalahan tersebut. Pertemuan dihadiri Camat Parenggean Siyono, pemerintah desa, tokoh adat, tokoh masyarakat, perwakilan warga dan lainnya.

Menurut Halikinnor, ada poin penting yang dihasilkan dalam pertemuan itu, yakni terkait upaya penyelesaian masalah yang berkaitan dengan hukum empat warga yang sempat ditangkap polisi, serta penyelesaian sengketa 281 hektare lahan masyarakat dengan perusahaan.

Terkait masalah hukum, langkah yang mungkin bisa diambil pihak keluarga adalah mengajukan usulan SP3 atau penghentian penyidikan kasus. Hal itu memungkinkan jika memang ternyata tidak ditemukan bukti atas tuduhan yang diarahkan kepada empat warga tersebut.

Sementara itu terkait sengketa lahan, perlu pembahasan dengan memanggil perusahaan. Harapannya nanti akan didapat keputusan terkait penyelesaian sengketa lahan tersebut, apakah diberikan ganti rugi kepada warga pemilik lahan atau dikerjasamakan dengan sistem kemitraan.

"Kami berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan baik. Pemerintah daerah akan memfasilitasi ini dengan mengundang pihak perusahaan," jelas perusahaan.

Sementara itu, saat pertemuan itu sempat muncul aspirasi untuk dilakukan sidang adat terkait masalah ini. Namun kemudian masalah ini belum diputuskan karena perlu pembahasan lebih jauh.

"Kalau ini mau disidang adat, saya siap. Tapi lihat dulu hasil proses hukum positifnya seperti apa. Kita tentu sepakat untuk menjaga harkat martabat masyarakat kita," ujar Damang Parenggean Jhon Lentar.

Baca juga: Penangkapan empat warga Kotim di Jakarta jadi perhatian

Salah seorang pengurus Dewan Adat Dayak Dias Matongka mengaku sepakat bahwa kasus hukum yang menimpa empat warga tersebut harus menjadi perhatian bersama. Dia menyarankan menempuh jalur sesuai aturan yakni mengajukan SP3 atau penghentian penyidikan ke Polres Jakarta Utara yang menangani kasus tersebut.

"Saya juga mengapresiasi pemerintah daerah yang akan memanggil pihak perusahaan untuk menyelesaikan sengketa lahan 281 hektare yang menjadi awal masalah itu. Terkait sidang adat, perlu dibahas bersama untuk menyelesaikan masalahnya," kata Dias.

Seperti diketahui, sengketa lahan ini menjadi sorotan setelah empat warga Desa Tehang yaitu KR, MS, RD dan MB ditangkap oleh Polres Jakarta Utara di sebuah hotel di Jakarta pada 18 Juli lalu. Mereka dituduh memeras perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sedang bersengketa dengan mereka, padahal mereka mengaku datang ke Jakarta difasilitasi pihak perusahaan dengan alasan membicarakan pembayaran ganti rugi lahan.

Kasus hukum ini masih berjalan meski keempat warga tersebut mendapatkan penangguhan penahanan. Masyarakat meminta pemerintah daerah membantu menyelesaikan sengketa lahan yang sudah terjadi bertahun-tahun itu dan dinilai telah merugikan masyarakat.

"Kalau warga kita salah, tentu kita juga tidak akan ngotot membela, tapi kalau warga kita benar dan jadi korban maka wajib kita bela, apapun yang terjadi," demikian Gahara, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Balanga yang selama ini mendampingi keempat warga yang tengah diproses hukum tersebut.