Luas lahan dan produksi karet di Gumas alami penurunan dan stagnasi

id produksi karet di Gumas,BP3D Kabupaten Gunung Mas,Luas lahan dan produksi karet di Gumas alami penurunan dan stagnasi

Luas lahan dan produksi karet di Gumas alami penurunan dan stagnasi

Suasana rapat koordinasi penyusunan roadmap pengembangan karet, di aula BP3D Kabupaten Gunung Mas, Senin (30/9/2019). (ANTARA/Chandra)

Kuala Kurun (ANTARA) - Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP3D) Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah Salampak mengatakan berdasarkan tren perkembangan tiga tahun terakhir, luas tanaman perkebunan rakyat dan produksi perkebunan karet rakyat di kabupaten itu mengalami penurunan dan stagnasi.

Tiga tahun tersebut dihitung mulai tahun 2016 sampai 2018, kata Salampak dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Kabid Ekonomi, Sosial dan Budaya Iis Yukensi saat rapat koordinasi penyusunan roadmap pengembangan karet, di Kuala Kurun, Senin.

“Pada tahun 2016, luas areal 118.772 hektare dengan produksi 20.405 ton, tahun 2017 luas areal 68.367 hektare dengan produksi 20.382 ton, tahun 2018 luas areal 68.372 hektare dengan produksi 20.285 ton,” ucapnya.

Dikatakan, dalam fase siklus hidup produk, kondisi yang ada menggambarkan perkembangan karet berada pada fase kedewasaan dan pada tingkat dewasa, namun cenderung menurun. Apabila dibiarkan, maka akan masuk pada tahap penurunan.

Dengan kondisi dan data yang ada, lanjutnya, BP3D Kabupaten Gumas bekerjasama dengan beberapa pihak mencoba membuah sebuah roadmap sebagai langkah awal pada tataran strategi kebijakan, sebagai bahan rujukan maupun rekomendasi kepada pimpinan daerah.

Rapat ini sangat penting, karena karet merupakan produk perkebunan yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat di Kabupaten Gumas. Berbeda dengan sawit yang lebih banyak dimiliki oleh perusahaan besar swasta.

“Rapat koorninasi pembuatan roadmap yang kita lakukan ini merupakan rapat perdana, dengan maksud untuk mengidentifikasi kelembagaan lokal dan peluang keterlibatan berbagai pihak dalam membangun rantai bisnis karet,” bebernya.

Sementara itu, Asisten II Setda Gumas Yohanes Tuah mengatakan, pada prinsipnya pemerintah sangat terbuka dan menyambut baik segala upaya yang dilakukan, dalam rangka mensejahterakan masyarakat di wilayah setempat.

Dia mengakui, beberapa tahun terakhir hasil perkebunan karet mengalami tekanan, terutama pada harga beli. Hal itu mengakibatkan terjadinya kelesuan di tingkat petani. Padahal, harga beli sangat ditentukan oleh berbagai faktor.

Beberapa hal yang membuat harga beli karet menjadi rendah diantaranya adalah budidaya karet yang tidak produktif, kualitas olahan karet yang tidak memenuhi standar, rantai distribusi yang terlalu panjang, serta ketidaktahuan masyarakat kapan waktu yang tepat dalam menjual.

 “Mungkin masih banyak faktor lain yang turut mempengaruhi, sehingga lewat forum ini diharapkan simpul-simpul masalah pada rantai bisnis karet dapat diurai, dan setiap pihak dapat melihat perannya pada setiap tahapan yang disusun di dalam roadmap,” demikian Yohanes.