Kejati tetapkan dua tersangka korupsi pengadaan 'video wall' di Diskominfo

id video wall,Kejati tetapkan dua tersangka korupsi pengadaan video wall ,Riau ,Pekanbaru

Kejati tetapkan dua tersangka korupsi pengadaan 'video wall' di Diskominfo

Ilustrasi - Penangkapan tersangka korupsi (ANTARA/HO)

Pekanbaru (ANTARA) - Pihak Kejaksaan Tinggi Riau menetapkan dua tersangka dugaan korupsi pengadaan "video wall" Dinas Komunikasi Informatika, Statistik dan Persandian Kota Pekanbaru yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp3,9 miliar dari total anggaran Rp4,4 miliar.

"Hasil penyidikan semuanya sepakat untuk menetapkan dua orang tersangka yang melakukan perbuatan melawan hukum," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Mia Amiati dalam keterangannya kepada awak media di Gedung Kejati Riau, Kota Pekanbaru, Kamis.

Mia menjelaskan dua tersangka itu terdiri dari seorang pegawai negeri sipil berinisial VH alias Vinsensius selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan seorang swasta berinisial AMI yang merupakan Direktur CV Solusi Arya Prima.

Meski keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka, Mia mengatakan belum melakukan penahanan. Dalam waktu dekat, penahanan akan dilakukan jika penyidik menilai perlu untuk proses berkas penyidikan.

Sementara itu, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau Hilman Azazi menjelaskan bahwa kasus korupsi itu terungkap setelah adanya kerusakan pada dua dari 15 unit monitor di "video wall" yang pengadaannya dilakukan berdasarkan APBD Pekanbaru 2017 tersebut.

Dinas Komunikasi Informatika, Statistik dan Persandian (Diskominfotik) Kota Pekanbaru pun menghubungi pabrikan layar monitor yang digunakan sebagai pusat komando Ibukota Provinsi Riau itu.

"Namun pabrikan atau distributor resmi tidak mau memperbaiki bagian yang rusak karena merasa tidak pernah mengirim," ujarnya.

Berdasarkan kejadian itu, Kejati Riau pun melakukan penyelidikan dengan memeriksa sedikitnya 18 saksi, termasuk Eka Firmansyah Putra selaku pengguna anggaran sekaligus pelaksana tugas Diskominfotik Pekanbaru.

Hingga akhirnya, penyidik menetapkan dua tersangka yang dinilai paling bertanggung jawab bersekongkol dalam melakukan tindak pidana korupsi tersebut.

Hilman menuturkan jika modus operandi kedua tersangka adalah melakukan pengadaan tetap dengan menggunakan katalog elektronik. Akan tetapi, faktanya pengadaan tersebut tidak sesuai dengan yang tertera di katalog elektronik.

VH kemudian bersekongkol dengan AMI untuk mengadakan monitor tanpa melalui jalur pabrikan resmi atau secara ilegal. Peralatan elektronik itu tidak memiliki dokumen resmi termasuk garansi. Dampaknya, peralatan

Keduanya dijerat dengan dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Serta dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.