Tak benar Amdal dihapus dengan RUU Omibus Law, kata Menteri LHK

id Siti Nurbaya Bakar,Menteri LHK,Tak benar Amdal dihapus dengan RUU Omibus Law ,Omibus Law

Tak benar Amdal dihapus dengan RUU Omibus Law, kata Menteri LHK

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di halaman Istana Negara Jakarta pada Rabu (23/10/2019). (Bayu Prasetyo)

Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan tidak benar Analisis mengenai Dampak Lingkungan akan dihapus dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law inisiatif pemerintah.

Ia menjelaskan aspek lingkungan hijau tetap akan dibahas secara seksama dengan penetapan standar lingkungan, yang menurutnya bagian dari penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (amdal).

"Jadi tidak benar kalau amdalnya mau dihapus (dengan Omnibus Law)," ujar Siti Nurbaya saat ditemui sedang mendampingi Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan Surat Presiden terkait RUU Omnibus Law Ciptaker di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Rabu.

Menteri yang pernah menjabat Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri itu menambahkan bahwa standar lingkungan akan diatur pemerintah agar pemerintah mempunyai daya paksa (enforce) untuk mempersoalkan dampak lingkungan yang rusak oleh proyek industri.

Siti mengatakan jika ada proyek industri skala sedang atau menengah pun akan tetap menggunakan standar yang sedang disusun untuk ditetapkan juga melalui peraturan pemerintah.

Mengenai RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker), Siti mengatakan Kementerian LHK turut dilibatkan dalam aspek lingkungan hijau tadi dan juga aspek pengadaan lahan.

Dalam aspek pengadaan lahan, KLHK akan mempertegas luasan minimum lahan untuk pengembangan kawasan industri secara proporsional memakai persentase menurut kriteria geofisik alam (bio-geofisik).

Selama ini, regulasi yang ada menyebut angka yang menjadikan sulit bagi seluruh provinsi untuk menerapkannya. Oleh karena itu, pemerintah akan menetapkan kriteria bio-geofisiknya secara proporsional.

Kriteria bio-geofisik itu, kata Siti, akan diatur sedemikian rupa oleh pemerintah sehingga setiap Provinsi mampu mengembangkan kawasan industri secara lebih merata.

"Nanti Provinsinya tidak bisa berkembang secara bersama-sama. Oleh karena itu, ditetapkan dengan kriteria saja di bio-geofisik," kata Siti.

Ia mengklaim aturan pengadaan lahan dengan kriteria bio-geofisik seperti itu akan menjaga lingkungan meski aturannya lebih sederhana dan memudahkan untuk pembangunan kawasan industri.

"Nanti lebih detailnya kita di sosialisasi," kata Siti.