Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi membuka sejumlah pilihan model keserentakan pemilu yang konstitusional sepanjang pemilihan presiden dilakukan serentak dengan pemilihan DPR dan DPD.
"Keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga perwakilan rakyat di tingkat pusat dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden merupakan konsekuensi logis dari upaya penguatan sistem pemerintahan presidensial," tutur Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu.
Pilihan model pemilu serentak yang konstitusional dapat berupa pemilihan DPR, DPD, presiden-wakil presiden dan anggota DPRD bersamaan.
Atau pemilu serentak memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, gubernur dan bupati/wali kota.
Opsi selanjutnya pemilu memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, anggota DPRD, gubernur dan bupati/wali kota.
Kemudian pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, selang beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, pemilihan gubernur dan bupati/wali kota.
Model keserentakan yang dapat dipilih juga pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, selang beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD provinsi dan memilih gubernur dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota dan memilih bupati dan wali kota.
Selain model-model itu, pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD dan presiden-wakil presiden diperbolehkan.
"Dengan tersedianya berbagai kemungkinan pelaksanaan pemilihan umum serentak sebagaimana dikemukakan, penentuan model yang dipilih menjadi wilayah bagi pembentuk undang-undang untuk memutuskannya," ujar Saldi Isra.
Mahkamah Konstitusi menegaskan tidak berwenang menentukan model pemilu serentak dari sejumlah pilihan yang ada.
Putusan tersebut sekaligus menolak permohonan pengujian UU Pemilu dan UU Pilkada yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Dalam permohonannya, Perludem mendalilkan penyelenggaraan pemilu serentak yang konstitusional adalah penyelenggaraan pemilu serentak yang dipisahkan antara pemilu nasional dengan pemilu lokal.
Berita Terkait
AMIN tuntut Gibran didiskualifikasi hingga pemilu ulang
Selasa, 26 Maret 2024 16:19 Wib
Otto Hasibuan sebut gugatan PHPU Pilpres cacat formil
Selasa, 26 Maret 2024 9:27 Wib
TikTok hapus puluhan ribu video terkait Pemilu Indonesia 2024
Senin, 25 Maret 2024 20:12 Wib
Realisasi anggaran Pemilu 2024 capai Rp40 triliun
Senin, 25 Maret 2024 16:41 Wib
240 ASN langgar netralitas pada Pemilu 2024
Senin, 25 Maret 2024 16:40 Wib
Gibran Rakabuming enggan tanggapi pemilu ulang tanpa dirinya
Senin, 25 Maret 2024 13:06 Wib
Pemkab Kotim alokasikan Rp40 miliar untuk Pilkada 2024
Minggu, 24 Maret 2024 5:54 Wib
Kejari Palangka Raya eksekusi hukuman dua terpidana Pemilu 2024
Jumat, 22 Maret 2024 18:17 Wib