Bupati ini dituntut 10 tahun penjara terkait kasus suap dan gratifikasi mutasi jabatan

id Bupati Nonaktif Kudus M Tamzil ,Bupati Kudus ,M Tamzil ,kasus suap dan gratifikasi mutasi jabatan,Kudus,Semarang

Bupati ini dituntut 10 tahun penjara terkait kasus suap dan gratifikasi mutasi jabatan

Bupati Nonaktif Kudus Muhammad Tamzil (kiri) menjalani sidang perdana kasus suap pengisian jabatan di Pemkab Kudus, di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Rabu (11/12/2019). ANTARA FOTO/R. Rekotomo/hp.

Semarang (ANTARA) - Bupati Nonaktif Kudus M Tamzil dituntut hukuman 10 tahun penjara dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi berkaitan dengan mutasi jabatan di lingkungan pemerintah kabupaten ini.

Jaksa Penuntut Umum Joko Hermawan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu, juga menuntut terdakwa dengan denda sebesar Rp250 juta yang jika tidak dibayarkan maka akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

Jaksa menyatakan terdakwa terbukti melanggar pasal 12 huruf a dan pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Dalam perkara tersebut, kata dia, terdakwa dinilai terbukti menerima uang yang diterima langsung maupun melalui orang lain totalnya mencapai Rp3,1 miliar.

Rangkaian perbuatan pidana yang dilakukan, kata dia, terdakwa terbukti menerima suap dari Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus Akhmad Shofian totalnya mencapai Rp750 juta.

Dari pemberian Akhmad Shofian yang disampaikan dalam tiga tahap tersebut, kata dia, total uang yang dinikmati terdakwa mencapai Rp525 juta.

"Dari pemberian Akhmad Shofian dengan total Rp750 juta, sebanyak Rp75 juta diterima oleh ajudan bupati Uka Wisnu Sejati, Rp50 juta diterima staf khusus bupati Agoes Soeranto, sehingga uang yang dinikmati terdakwa sebesar Rp525 juta," katanya dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Sulistiyono tersebut.

Dalam tuntutannya, jaksa juga menyatakan terdakwa terbukti menerima gratifikasi yang totalnya mencapai Rp2,5 miliar berkaitan dengan kebutuhan pribadi maupun mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Kudus.

Penerimaan sebanyak itu, kata dia, hanya Rp15 juta yang diterima secara langsung oleh terdakwa.

Sementara sisanya, lanjut dia, pemberian uang tersebut diterima melalui orang lain untuk kepentingan terdakwa.

Selain berkaitan dengan mutasi jabatan, kata dia, penerimaan uang tersebut juga berkaitan dengan kebutuhan terdakwa untuk mengembalikan pinjaman yang digunakannya untuk membiayai pilkada.

Salah satu kebutuhan uang oleh terdakwa, ia menjelaskan karena adanya tagihan utang dari pengusaha bus asal Kudus Hariyanto sebesar Rp1,3 miliar.

Menurut Joko, bantahan terdakwa atas berbagai penerimaan uang tersebut haruslah dikesampingkan oleh majelis hakim karena tidak disertai dengan alat bukti yang logis.

Dalam tuntutannya, jaksa juga menuntut terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian negara atas penerimaan yang telah dinikmatinya sebesar Rp3,1 miliar.

Jaksa juga menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.

Atas tuntutan tersebut, hakim memberi kesempatan terdakwa untuk menyampaikan pembelaan pada sidang yang akan datang.