KPK panggil tiga saksi terkait kasus suap dan gratifikasi perkara di MA

id KPK,KPK panggil tiga saksi terkait kasus suap dan gratifikasi perkara di MA,Sekretaris MA Nurhadi,Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

KPK panggil tiga saksi terkait kasus suap dan gratifikasi perkara di MA

Logo KPK. (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis memanggil tiga saksi dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011-2016 untuk tersangka bekas Sekretaris MA Nurhadi (NHD).

"Tiga orang dipanggil sebagai saksi untuk tersangka NHD," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Tiga saksi, yakni karyawan swasta pada bagian administrasi dan umum Bali Inter Money Changer Deni Setiyanto dan dua karyawan swasta masing-masing Adiwono Dewantoro dan Agnes Jennifer.

Sebelumnya, penyidik KPK juga telah memeriksa saksi Agnes pada 18 Mei 2020 dan mengonfirmasi yang bersangkutan perihal dugaan aliran uang kepada tersangka Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono (RHE).

KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait kasus tersebut pada 16 Desember 2019. Selain Nurhadi dan Rezky, Direktur PT PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Diketahui, tiga tersangka tersebut telah dimasukkan dalam status daftar pencarian orang (DPO) sejak Februari 2020. Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di salah satu rumah di Simprug, Jakarta Selatan, Senin (1/6), sedangkan tersangka Hiendra masih menjadi buronan.

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan kasus Nurhadi tersebut ke arah dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).