Pemerintah perkuat desain pembangunan di Papua berbasis orang asli Papua
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkapkan bahwa pemerintah memperkuat desain pembangunan di Papua yang berbasis orang asli Papua.
“Strategi komprehensif untuk Papua telah dilakukan dari berbagai perspektif sejak era otonomi khusus (otsus) tahun 2001 baik yang ditempuh pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat menjadi landasan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan akar masalah yang dialami masyarakat Papua.
Suharso menyebut perubahan yang signifikan tercermin pada penurunan persentase penduduk miskin, dari 54,75 persen pada Maret 1999 menjadi 26,55 persen pada September 2019 melalui sejumlah langkah dalam desain besar telah dilakukan untuk Papua dan Papua Barat.
Adapun desain besar percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat yakni pertama, pemerintah sepakat kerangka otsus sesuai UU Nomor 21 Tahun 2001 bagi Provinsi Papua adalah langkah asimetris, afirmatif, dan kontekstual dalam mengelola pembangunan, pemerintahan daerah, dan pelayanan publik.
Dalam konteks kerangka regulasi sektoral hingga kerangka anggaran, otsus memantik semangat baru perumusan kebijakan yang bersifat khusus untuk Papua, baik di level pusat maupun di daerah.
Kedua, otsus telah mendorong desentralisasi politik yang membuka ruang bagi Orang Asli Papua (OAP) untuk berperan serta dalam pemerintahan daerah.
OAP sebagai gubernur, bupati dan wali kota, mengakui kekhususan kultural melalui kehadiran Majelis Rakyat Papua sejak 2004 dan membentuk kabupaten-kabupaten baru sejak 2002 guna percepatan pelayanan publik untuk masyarakat Papua di daerah-daerah terpencil.
“Artinya, kewenangan untuk mengelola pembangunan telah berada di tangan masyarakat Papua, sesuai kebutuhan dan kearifan lokal,” imbuhnya.
Ketiga, otsus menjadi panduan pemerintah dalam desain khusus pembangunan Papua yang bersifat percepatan, melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2017 dan yang terbaru Inpres Nomor 9 tahun 2020.
Strategi itu, lanjut dia, merupakan bukti keberpihakan yang bersifat kontekstual Papua dengan fokus di SDM Papua, ekonomi rakyat dari hulu ke hilir, infrastruktur wilayah yang terpadu, pembangunan berkelanjutan, dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Keempat, langkah Presiden Joko Widodo melalui adopsi pendekatan kultural wilayah adat dan ekologis dalam perencanaan pembangunan nasional, baik dalam RPJMN 2015-2019 dan RPJMN 2020-2024.
Adapun pendekatan tujuh wilayah adat di Papua meliputi Saireri, Tabi, Laa Pago, Mee Pago, Animha, Domberai, dan Bomberai.
Strategi kebijakan dan pelaksanaan tersebut, kata dia, diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan, aspirasi dan kearifan lokal di Papua dan Papua Barat.
Kelima, komitmen untuk memberdayakan OAP dalam ruang publik, baik di jajaran kementerian/lembaga, TNI/Polri, dan BUMN.
Secara khusus, Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat yang mendorong keberpihakan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam peningkatan kapasitas pelaku usaha Papua.
Keenam, pemerintah juga menetapkan Provinsi Papua sebagai tuan rumah PON XX 2020 yang diundur ke Oktober 2021 sebagai upaya mitigasi pandemi COVID-19 dan akan diselenggarakan di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten Mimika.
Ketujuh, berbagai pendekatan, strategi dan kebijakan yang bersifat holistik dan afirmatif untuk Papua didasarkan dengan kondisi global yang berlangsung, baik adaptasi perubahan iklim, ketahanan bencana, gender dan inklusi sosial, pemerintahan yang kolaboratif dan terbuka, maupun keamanan insani.
“Prinsip dasar kita bersama adalah percepatan pembangunan Papua yang humanis, berkelanjutan, dan inklusif, yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Suharso.
“Strategi komprehensif untuk Papua telah dilakukan dari berbagai perspektif sejak era otonomi khusus (otsus) tahun 2001 baik yang ditempuh pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat menjadi landasan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan akar masalah yang dialami masyarakat Papua.
Suharso menyebut perubahan yang signifikan tercermin pada penurunan persentase penduduk miskin, dari 54,75 persen pada Maret 1999 menjadi 26,55 persen pada September 2019 melalui sejumlah langkah dalam desain besar telah dilakukan untuk Papua dan Papua Barat.
Adapun desain besar percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat yakni pertama, pemerintah sepakat kerangka otsus sesuai UU Nomor 21 Tahun 2001 bagi Provinsi Papua adalah langkah asimetris, afirmatif, dan kontekstual dalam mengelola pembangunan, pemerintahan daerah, dan pelayanan publik.
Dalam konteks kerangka regulasi sektoral hingga kerangka anggaran, otsus memantik semangat baru perumusan kebijakan yang bersifat khusus untuk Papua, baik di level pusat maupun di daerah.
Kedua, otsus telah mendorong desentralisasi politik yang membuka ruang bagi Orang Asli Papua (OAP) untuk berperan serta dalam pemerintahan daerah.
OAP sebagai gubernur, bupati dan wali kota, mengakui kekhususan kultural melalui kehadiran Majelis Rakyat Papua sejak 2004 dan membentuk kabupaten-kabupaten baru sejak 2002 guna percepatan pelayanan publik untuk masyarakat Papua di daerah-daerah terpencil.
“Artinya, kewenangan untuk mengelola pembangunan telah berada di tangan masyarakat Papua, sesuai kebutuhan dan kearifan lokal,” imbuhnya.
Ketiga, otsus menjadi panduan pemerintah dalam desain khusus pembangunan Papua yang bersifat percepatan, melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2017 dan yang terbaru Inpres Nomor 9 tahun 2020.
Strategi itu, lanjut dia, merupakan bukti keberpihakan yang bersifat kontekstual Papua dengan fokus di SDM Papua, ekonomi rakyat dari hulu ke hilir, infrastruktur wilayah yang terpadu, pembangunan berkelanjutan, dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Keempat, langkah Presiden Joko Widodo melalui adopsi pendekatan kultural wilayah adat dan ekologis dalam perencanaan pembangunan nasional, baik dalam RPJMN 2015-2019 dan RPJMN 2020-2024.
Adapun pendekatan tujuh wilayah adat di Papua meliputi Saireri, Tabi, Laa Pago, Mee Pago, Animha, Domberai, dan Bomberai.
Strategi kebijakan dan pelaksanaan tersebut, kata dia, diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan, aspirasi dan kearifan lokal di Papua dan Papua Barat.
Kelima, komitmen untuk memberdayakan OAP dalam ruang publik, baik di jajaran kementerian/lembaga, TNI/Polri, dan BUMN.
Secara khusus, Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat yang mendorong keberpihakan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam peningkatan kapasitas pelaku usaha Papua.
Keenam, pemerintah juga menetapkan Provinsi Papua sebagai tuan rumah PON XX 2020 yang diundur ke Oktober 2021 sebagai upaya mitigasi pandemi COVID-19 dan akan diselenggarakan di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten Mimika.
Ketujuh, berbagai pendekatan, strategi dan kebijakan yang bersifat holistik dan afirmatif untuk Papua didasarkan dengan kondisi global yang berlangsung, baik adaptasi perubahan iklim, ketahanan bencana, gender dan inklusi sosial, pemerintahan yang kolaboratif dan terbuka, maupun keamanan insani.
“Prinsip dasar kita bersama adalah percepatan pembangunan Papua yang humanis, berkelanjutan, dan inklusif, yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Suharso.