Palsukan surat, Brigjen Prasetijo Utomo divonis 3 tahun penjara
Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Prasetijo Utomo divonis 3 tahun penjara karena terbukti melakukan pemalsuan surat, membiarkan terpidana melarikan diri, dan menghalang-halangi penyidikan perkara Djoko Tjandra.
"Memutuskan, menyatakan terdakwa Prasetijo Utomo terbukti melakukan tindak pidana menyuruh melakukan pemalsuan surat secara berlanjut, membiarkan orang yang dirampas kemerdekaannya melarikan diri dan bersama-bersama melakukan tindak pidana menghalangi-halangi penyidikan dan menghancurkan barang bukti yang digunakan dalam penyidikan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Prasetijo Utomo dengan pidana penjara selama 3 tahun," kata ketua majelis hakim M. Siradj dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa.
Vonis tersebut lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang meminta agar Prasetijo Utomo divonis 2,5 tahun penjara.
Baca juga: Pinangki biasa habiskan Rp500 juta untuk kebutuhan rumah tangga
"Hal yang memberatkan, terdakwa telah menggunakan surat palsu tersebut sebanyak 2 kali, yaitu pada tanggal 6 dan 8 Juni 2020. Perbuatan terdakwa dapat membahayakan masyarakat karena tidak melakukan pemeriksaan kesehatan, terdakwa tidak merasa bersalah dan menyesali perbuatan, terdakwa sebagai Karo Korwas PPNS seharusnya bisa mengemban amanat," kata hakim Siradj.
Adapun hal meringankan adalah Prasetijo berlaku sopan di persidangan dan sudah 30 tahun mengabdi sebagai anggota Polri.
Vonis tersebut berdasarkan dakwaan 263 Ayat (1) KUHP dan Pasal 426 KUHP dan Pasal 221 Ayat (1) ke-2 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dalam perkara ini, Prasetijo didakwa bersama-sama dengan terpidana perkara pengalihan cessie Bank Bali yang jadi buron sejak 2009, Djoko Tjandra, dan penasihat hukumnya Anita Kolopaking
Baca juga: Saksi sebut Djoko Tjandra orang hebat di Malaysia
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Prasetijo memerintahkan Kompol Dody Jaya selaku Kaur TU Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri membuat surat jalan palsu Djoko Tjandra dengan mencantumkan keperluan diganti menjadi monitoring pandemi di Pontianak dan wilayah sekitarnya.
Padahal, Djoko Tjandra adalah terpidana kasus cessie Bank Bali berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung 11 Juni 2009 yang dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan.
Namun, dia melarikan diri sehingga sejak 17 Juni 2009 ditetapkan status buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO) Direktorat Jenderal Imigrasi dan daftar Interpol Red Notice.
Penjemputan dilakukan dari Pontianak ke Jakarta pada tanggal 6 dan 8 Juni 2020. Prasetijo lalu mengatakan kepada anak buahnya Jhoni Andijanto ikut menjemput Djoko Tjandra.
Baca juga: Dua petinggi Polri didakwa terima suap Rp8,3 miliar dari Djoko Tjandra
Prasetijo lalu mengatakan kepada Jhoni "Jhon... surat-surat kemarin disimpan di mana? Dan dijawab 'ada sama saya jenderal....' Lalu Prasetijo mengatakan 'bakar semua!"
Jhony lalu mengambil surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19, dan surat rekomendasi kesehatan atas nama Prasetijo Utomo, Anita Dewi Kolopaking, dan Djoko Tjandra yang disimpannya kemudian membakar surat-surat tersebut.
Setelah selesai membakar, Jhony mendokumentasikannya dan melaporkan langsung kepada Prasetijo.
Setelah melihat foto yang tersimpan di ponsel Jhony Andrijanto, Prasetijo mengatakan 'HP jangan digunakan lagi' sejak saat itu ponsel Samsung A70 warna putih maupun simcard-nya sudah tidak digunakan lagi dan disimpan di mobil.
Baca juga: Brigjen Prasetijo disebut minta bagian uang bantu hilangkan nama Djoko Tjandra dari DPO
Baca juga: Irjen Napoleon & Tommy Sumardi ditahan terkait pencabutan red notice Djoko Tjandra
Baca juga: MAKI minta KPK dalami istilah dan inisial nama dalam kasus Djoko Tjandra
"Memutuskan, menyatakan terdakwa Prasetijo Utomo terbukti melakukan tindak pidana menyuruh melakukan pemalsuan surat secara berlanjut, membiarkan orang yang dirampas kemerdekaannya melarikan diri dan bersama-bersama melakukan tindak pidana menghalangi-halangi penyidikan dan menghancurkan barang bukti yang digunakan dalam penyidikan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Prasetijo Utomo dengan pidana penjara selama 3 tahun," kata ketua majelis hakim M. Siradj dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa.
Vonis tersebut lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang meminta agar Prasetijo Utomo divonis 2,5 tahun penjara.
Baca juga: Pinangki biasa habiskan Rp500 juta untuk kebutuhan rumah tangga
"Hal yang memberatkan, terdakwa telah menggunakan surat palsu tersebut sebanyak 2 kali, yaitu pada tanggal 6 dan 8 Juni 2020. Perbuatan terdakwa dapat membahayakan masyarakat karena tidak melakukan pemeriksaan kesehatan, terdakwa tidak merasa bersalah dan menyesali perbuatan, terdakwa sebagai Karo Korwas PPNS seharusnya bisa mengemban amanat," kata hakim Siradj.
Adapun hal meringankan adalah Prasetijo berlaku sopan di persidangan dan sudah 30 tahun mengabdi sebagai anggota Polri.
Vonis tersebut berdasarkan dakwaan 263 Ayat (1) KUHP dan Pasal 426 KUHP dan Pasal 221 Ayat (1) ke-2 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dalam perkara ini, Prasetijo didakwa bersama-sama dengan terpidana perkara pengalihan cessie Bank Bali yang jadi buron sejak 2009, Djoko Tjandra, dan penasihat hukumnya Anita Kolopaking
Baca juga: Saksi sebut Djoko Tjandra orang hebat di Malaysia
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Prasetijo memerintahkan Kompol Dody Jaya selaku Kaur TU Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri membuat surat jalan palsu Djoko Tjandra dengan mencantumkan keperluan diganti menjadi monitoring pandemi di Pontianak dan wilayah sekitarnya.
Padahal, Djoko Tjandra adalah terpidana kasus cessie Bank Bali berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung 11 Juni 2009 yang dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan.
Namun, dia melarikan diri sehingga sejak 17 Juni 2009 ditetapkan status buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO) Direktorat Jenderal Imigrasi dan daftar Interpol Red Notice.
Penjemputan dilakukan dari Pontianak ke Jakarta pada tanggal 6 dan 8 Juni 2020. Prasetijo lalu mengatakan kepada anak buahnya Jhoni Andijanto ikut menjemput Djoko Tjandra.
Baca juga: Dua petinggi Polri didakwa terima suap Rp8,3 miliar dari Djoko Tjandra
Prasetijo lalu mengatakan kepada Jhoni "Jhon... surat-surat kemarin disimpan di mana? Dan dijawab 'ada sama saya jenderal....' Lalu Prasetijo mengatakan 'bakar semua!"
Jhony lalu mengambil surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19, dan surat rekomendasi kesehatan atas nama Prasetijo Utomo, Anita Dewi Kolopaking, dan Djoko Tjandra yang disimpannya kemudian membakar surat-surat tersebut.
Setelah selesai membakar, Jhony mendokumentasikannya dan melaporkan langsung kepada Prasetijo.
Setelah melihat foto yang tersimpan di ponsel Jhony Andrijanto, Prasetijo mengatakan 'HP jangan digunakan lagi' sejak saat itu ponsel Samsung A70 warna putih maupun simcard-nya sudah tidak digunakan lagi dan disimpan di mobil.
Baca juga: Brigjen Prasetijo disebut minta bagian uang bantu hilangkan nama Djoko Tjandra dari DPO
Baca juga: Irjen Napoleon & Tommy Sumardi ditahan terkait pencabutan red notice Djoko Tjandra
Baca juga: MAKI minta KPK dalami istilah dan inisial nama dalam kasus Djoko Tjandra